ILMU LADUNI
(Bagian pertama )
Drs. H. Engkir Sukirman, M.Sc.
Batan Indah D-18, Kademangan, Setu, Tangerang-Selatan , Banten
Batan Indah D-18, Kademangan, Setu, Tangerang-Selatan , Banten
1. Pendahuluan
Hati (qolbu) kalau sudah bersih, jernih, dan bening, pandangannya akan menembusi segala hijab-hijab yaitu tabir alam kebendaan (alam maddiah). Akan tersingkap hijab-hijab itu dan terbanglah ia ke alam ghaib yang maha luas sebatas yang diizinkan oleh Allah Taala. Jika hati benar-benar telah bersih, jernih dan bening, maka Allah SWT akan mencurahkan ke dalam qolbu itu perkara atau barang yang berharga dan amat sangat bernilai yaitu keimanan, keyakinan, ketaqwaan, hikmah, wahyu, kasyaf, ilmu laduni, firasat dan lain-lain. Uraian atau penjelasan tentang hal-hal tersebut di atas akan dibahas secara terperinci, di bawah ini.
2. WAHYU
Wahyu adalah ilmu yang Allah SWT sampaikan kepada rasul-rasul dan nabi-nabi secara langsung. Atau melalui perantaraan malaikat, langsung jatuh ke hati mereka, langsung dapat dihafal dan tidak dilupakan untuk selama-lamanya. Hal ini terjadi tanpa usaha ikhtiar dan tanpa belajar. Inilah mauhibah atau anugerah dari Allah SWT. Wahyu membawa syariat baru, memansuhkan syariat yang sebelumnya.
3. ILMU LADUNI/ILHAM
Apakah itu ilmu laduni? Ilmu laduni adalah ilmu yang membawa pengertian atau makna yang baru kepada syariat, bukan membawa syariat baru. Ilmu laduni atau ilmu ilham ialah ilmu yang Allah jatuhkan ke dalam hati para wali-Nya, tanpa melalui proses usaha ikhtiar atau hasil mendengar kuliah dari guru atau hasil berfikir. Ilmu ini terjatuh langsung ke dalam hati, yang mana bila ilmu itu dikaji atau diuraikan, akan menjadi suatu ilmu atau suatu uraian yang sangat ilmiah. Artinya ilmu ini menjadi suatu ilmu yang sangat bermanfaat. Ilmu yang didapati itu tepat, meyakinkan, masuk akal, memberi kepuasan serta tidak meletihkan otak. Namun demikian dapat terlupa dari ingatan. Berbeda dengan ilmu hasil belajar, hasil membaca dan berfikir atau hasil kajian, ilmu tersebut kadang-kadang cepat menjemukan. Kadang-kadang ilmu hasil kajian ini tidak tepat, tidak meyakinkan atau tidak masuk akal dan meletihkan. Untuk mendapatkannya perlu proses waktu yang lama. Artinya ilmu hasil membaca dan berfikir itu membutuh proses pemahaman dan bahkan penghayatan terlebih dahulu sebelum diamalkan.
Ilmu laduni atau ilmu ilham bukan ilmu yang membawa syariat baru, melainkan ilmu yang membawa makna atau tafsiran yang baru yang sesuai dengan Aqidah dan Syari’ah Islam dan dijadikan rujukan (pedoman) dalam menyelesaikan masalah pada zamannya atau dalam menyelesaikan masalah khusus untuk orang itu. Mengapa pula ilmu ilham atau ilmu laduni ini dikatakan sebagai penyelesai masalah sesuai dengan zamannya dan bukan untuk semua zaman?.
Kalau saya umpamakan ilmu Allah itu, yakni ilmu yang terkandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang maha luas dan tidak berkesudahan itu, diibaratkan sebagai khazanah lautan, maka setiap orang yang menyelam mencari sesuatu di lautan itu, insya-Allah mereka akan mendapatkan sesuatu itu, yang mungkin bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain. Walaupun sesuatu yang diperoleh oleh orang-orang yang menyelam tadi boleh jadi tidak sama satu sama lain. Boleh jadi ada orang yang mendapat kerang saja atau ada mendapat ikan saja. Orang-orang yang mendapat ikan juga mungkin tidak sama jenisnya. Ada yang mendapat ikan hiu, ada yang dapat ikan pari, ikan kembung dan sebagainya. Ada juga yang mendapat mutiara, batu karang dan lain-lain.
Orang yang mendapat ikan berkata kepada orang yang medapat batu karang: Saya mendapat ikan, inilah khazanah lautan yang sesungguhnya. Saya lihat Anda mendapat batu karang dari lautan mana?. Sebaliknya orang yang mendapat batu karang menyangka bahwa ikan yang diperoleh oleh temannya itu bukan dari khazanah lautan. Akhirnya terjadilah tuduh-menuduh. Sebenarnya kerang dan ikan sama-sama khazanah lautan, tetapi karena mereka kurang ilmu, maka masing-masing menganggap apa yang mereka dapat itulah yang sebenarnya dari laut, dan yang lain bukan dari laut. Lebih-lebih lagi orang yang mendapat mutiara, tentulah mereka lebih sombong lagi dan menuduh orang-orang yang mendapat benda-benda lain dianggap bukan dari khazanah lautan.
Bagi orang yang faham tentang laut, ia hanya tersenyum saja melihat temannya bertengkar saling tuduh menuduh bersalah, dan masing-masing saling klaim bahwa dirinyalah yang benar. Orang yang faham tentang laut tersenyum, karena dia tahu persis bahwa benda-benda yang diperoleh temannya itu, yakni ikan, batu karang, mutiara, semuanya itu adalah khazanah lautan; cuma fungsinya atau manfaatnya saja yang tidak sama. Ikan untuk dimakan, batu karang dan mutiara untuk hiasan dan begitulah seterusnya.
Orang yang dikaruniai ilmu laduni atau ilmu ilham ini adalah orang yang mendapat khazanah dari lautan ilmu Allah juga. Seperti telah disinggung di atas bahwa ilmu Allah itu amat sangat luas-luasnya tiada bertepi dan amat sangat dalam-dalamnya tiada terukur. Artinya, ilmu Allah itu amat sangat banyak jumlahnya dan macamnya sehingga manusia tidak akan sanggup menghing-gakannya. Pendek kata, ilmu Allah itu tidak terbatas. Sehingga setiap ayat-ayat Allah boleh jadi mempunyai banyak pengertian dan tafsirannya.
Allah memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengertian, tafsiran dan pemahaman tentang ayat-ayat Allah tersebut kepada seseorang yang Dia kehendaki untuk menyelesaikan masalah di zamannya atau untuk keperluan seseorang itu. Namun demikian, pengertian, tafsiran dan pemahaman itu kebanyakannya tentu bukan mengenai hukum-hukum (fiqh), karena soal itu sudah tetap dan tidak berubah untuk setiap zaman kecuali perkara khilafiah. Ilmu laduni ini kebanyakannya mengenai falsafah, pendidikan ruhani, hal-hal yang kontemporer di zaman itu, metode dan kaedah, dimana perkara-perkara ini dapat berubah mengikuti zaman.
Jika ilmu wahyu disampaikan kepada para rasul atau nabi, ilmu laduni atau ilmu ilham dikaruniakan oleh Allah kepada para wali dan orang-orang soleh. Ilmu wahyu adalah syariat baru yang memansuhkan syariat yang diamalkan sebelumnya, sedangkan ilmu laduni membawa tafsiran atau makna baru kepada ilmu wahyu itu, sesuai untuk zamannya atau orangnya. Ilmu wahyu tidak dilupakan tetapi ilmu laduni atau ilham mudah dilupakan oleh orang yang menerimanya. Kalau yang menerima ilmu wahyu itu adalah rasul, maka wajib ilmu tersebut disampaikan; tetapi kalau yang menerima wahyu itu seorang nabi, maka tidak wajib menyampaikannya. Sedangkan ilmu laduni sebaiknya disampaikan karena ilmu ini akan dapat menyelesaikan masalah-masalah terkini yang sedang dihadapi oleh masyarakat, sesuai untuk zamannya. Atau untuk mengetahui hikmah, rahasia, kedalaman atau pengajaran di balik sesuatu hukum syariat.
Kalau ilmu wahyu ditolak, otomatis seseorang itu akan jatuh murtad atau kafir dan di Akhirat akan terjun ke Neraka serta kekal selama-lamanya. Sebaliknya kalau seseorang menolak ilmu laduni atau ilmu ilham, ia tidak menjadi kafir tetapi akan menghilangkan berkat (barakah) dan tertutup pintu bantuan Allah SWT.
Mungkin ada orang yang akan menolak pendapat tentang ilmu laduni ini dan sulit untuk menerimanya terutama bagi:
a. Orang yang tidak percaya adanya ilmu laduni atau ilham di dalam Islam.
b. Seseorang yang tidak mempunyai ilmu ini dan/atau tidak memiliki pengalaman mengenai ilmu laduni, sekalipun dia mempercayainya.
c. Seseorang yang tahu mengenai ilmu ini tetapi karena hasad dengki, dia tidak senang dengan orang yang mendapat ilmu ini, maka dia juga akan menolaknya, sedangkan hatinya membenarkan.
Apa bukti ilmu laduni atau ilmu ilham ini wujud atau ada?. Buktinya, adalah berdasarkan hujah berikut:
(bersambung ke bagian kedua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar