"Migunani Marang liyan,Ora Gawe Kapitunaning Liyan,Marsudi Luhur Ing jiwo"

Senin, 27 Desember 2010


PERTEMUAN TOKOH SUFI DENGAN NABI KHIDIR

Pertemuan antara seorang salih dengan Nabi Khidir AS. Memang selalu menarik untuk disimak. Metapa tidak, Khidir AS. Merupakansosok yang unik sehingga tidak semua orang dapat bersua dengannya, pun, di dalam pertemuan tersebut acap dihiasi dengan berbagai hal yang bersifat supranatural serta serat dengan pelajaran yang bernilai sangat luhur. Berikut adalah kisah tentang pertemuam istimewa beberapa antara tokoh sufi dengan Nabi Khidir as, yang sengaja diambil dari berbagai kitab tasauf pilihan.

Diselamatkan Khidir

Ibrahim bin Adham adalah Raja Balkh yang sangat luas kekuasaannya. Ke mana pun dia pergi, empat puluh bilah pedang emas dan empat puluh batang tongkat emas kebesarannya di usung didepan dan dibelakangnya oleh para hulubalang dan prajurit sang raja.

Pada suatu malam, ketika Ibrahim tidur di kamar istananya, mendadak langit – langit kamar berderak – derak seolah ada seseorang sedang berjalan di atasnya Ibrahim pun terjaga dan berteriak, “ Siapakah itu ? “

“ seorang sahabat untaku hilang dan aku sedang mencarinya di atap ini ! “ terdengar sebuah jawaban dari atas sana.

Goblok ! engkau hendak mencari unta di atas atap, mana mungkin dia sampai di sana, “ sergah Ibrahim menahan kekesalan.

Wahai manusia yang lalai, apakah engkau hendak mencari Allah dengan berpakaian sutra dan tidur di atas ranjang emas ? “ jawab pemilik suara mistrius yang tak lain adalah Nabi Khidir AS, penuh dengan sindiran.

Kata – kata itu ternyata mampu menggetarkan hati Ibrahim. Dia amat gelisah sehingga malam itu tak mampu meneruskan tidurnya lagi.

Ketika hari telah siang, ibrahim menuju keruang pertemuan dan duduk di singga sananya dengan pikiran yang galau memikirkan sensasi yang di alaminya semalam. Sementara itu, para mentri telah berdiri di tempatnya masing – masing, dan para hamba telah berbaris sesuai dengan tingkatan mereka. Semuanya siap menunggu titah sang Raja.

Ketika acara pertemuan akan dimulai, tiba-tiba, seorang lelaki berwajah amat menakutkan masuk kedalam ruangan. Wajah si lelaki yang teramat menakutkan telah membuat tak ada seorang pun yang berani menegurnya, apalagi menanyakan nama dan

maksud kedatangannya. Lidah mereka mendadak kelu ! sementara, dengan langkah yang tenang, lelaki itu melangkah menuju ke singgasana Raja.
“ apakah yang engkau inginkan ? “ tanya ibrahim dengan memberanikan diri.
“ Aku baru saja sampai di persinggahan ini, “ jawab lelaki itu.
“ Ini bukan tempat persinggahan para kalifah. Ini adalah istanaku. Apakah engkau sudah gila ! “ Hardik ibrahim yang sudah habis kesabarannya.

“ siapakah pemilik istana ini sebelum enkau ? “ tanya lelaki itu.
“ Ayahku ! “ jawab ibrahim, memendam kekesalan.
“ dan sebelum Ayahmu ? “
“ Kakekku ! “
“ dan sebelum kakekmu ? “
“ Ayah dari kakekku ! “
“ dan sebelum dia ? “
“ Kakek dari kakekku ! “
“ kemanakah mereka sekarang ini ? “
“ Mereka telah tida, wafat, “
“ Jika demikian, bukankah ini sebuah persinggahan yang di masuki oleh seseorang dan di tinggalkan oleh yang lainnya? “

setelah berkata demikian, lelaki yang sesungguhnya adalah Khidir itu langsung menghilang. Demikianlah, dengan seizin Allah, Khidir adalah manusia pertama yang telah menyelamatkan Ibrahim. Dan dikemudian hari, ibrahim menjadi salah seorang tokoh sufi terkenal, dan perbuatannya banyak menghiasi kitab tasauf.

Tidak dikenal Khidir

Seorang tua berwajah cerah berseri-seri, mengenakan jubah yang anggun, pada suatu hari melewati gerbang Banu Syaibah dan menghampiri Abu Bakar Al-Khattani yang sedang berdiri dengan kepala menunduk. Setelah saling mengucapkan salam, orang tua itu berkata, “ mengapakah engkau tidak pergi ke maqom Ibrahim ? seorang guru besar telah datang dan dia sedang menyampaikan hadits – hadits yang mulia. Marilah kita kesana untuk mendengarkan kata-katanya.”

Siapakah perawi dari hadits – hadits yang dikhutbahkannya itu ? tanya Kattani.

“ dari abdulah bin ma’mar, dari Zuhri, dari Abu Hurairah dan dari Muhammad, “ jawab orang tua itu.

“ sebuah rangkaian panjang. Segala sesuatu yang dia sampaikan melalui rangkaian panjang para perawi, dan kita dapat mendengar langsung khutbahnya di tempat tersebut dari tempat ini, “ kata Kattani.

Melalui siapakah engkau mendengar ? “ tanya lelaki tua itu.
Hatiku menyampaikannya kepadaku l;angsung dari Allah ! “ jawab Kattani.
“ Apakah kata-katamu dapat dibuktikan? “ tanya orang tua itu lagi.

“ Inilah buktinya. Hatiku mengatakan bahwa engkau adalah Khadir AS.”
“ Selama ini aku mengira tak ada sehabat Allah yang tidak kukenal. Namun ternyata engkau, Abu Bakar Kattani, tidak kukenal tetapi engkau mengenalku. Maka, sadarlah aku masih ada sahabat – sahabat Allah yang tidak kukenal namun mereka mengenalku, ‘ kata Khidir as.

Karya tulis untuk Khidir

Pada suatu waktu, ketika masih kanak-kanak, Muhammad bin Ali Tirmizi ( yang dikenal dengan nama Al Hakim ) bersama dengan dua anak lainnya bertekad akan melakukan pengembaraan guna menutut ilmu. Ketika akan berangkat, ibunya pun nampak sangat bersedih.

Wahai buah hati ibu, aku seorang perempuan yang sudah tua dan lemah. Bila ananda pergi, tak ada seoarang pun yang ibunda miliki di dunia ini. Selama ini ananda tempat ibunda bersandar. Kepada siapakah ananda menitipkan ibunda yang sebatang kara dan lemah ini ? kata sang bunda dengan berurai air mata.

Kata-kata itu menggoyahkan Tirmidzi . dia membatalkan niatnya, sementara kedua sahabatnya tetap berangkat mengembara untuk mencari Ilmu.

Satu hari, Tirmidzi duduk di sebuah pemakaman sambil meratapi nasibnya.” Di sinilah aku ! tiada seorang pun yang peduli kepadaku yang bodoh ini, sedang kedua sahabatku itu, nanti akan kembali sebagai orang –orang yang terpelajar dan berpendidikan tinggi, “ keluhnya lagi.

Tiba – tiba, di hadapan Tarmidzi muncul seorang tua dengan wajah berseri-seri. Dia menegur Tarmidzi, “ Nak, mangapakah engkau menangis sampai sedih ini ? “

Tirmidzi lalu menceritakan segala persoalan yang tengah di hadapinya.

Maukah engkau menerima pelajaran dari saya setiap hari sehingga dapat melampaui kedua sahabatmu itu dalam waktu yang singkat ? tanya orang tua itu kemudian.

Aku bersedia ! “ jawab Tarmidzi dengan kegirangan.

Sejak itu, setiap hari, orang tua itu memberikan pelajaran kepada Tarmidzi. Setelah tiga tahun berlalu, barulah dia menyadari bahwa sesungguhnya orang tua itu adalah Nabi Khidir AS. Tarmidzi memperoleh keberuntungan yang seperti itu karena dia berbakti kepada Ibunya.

Menurut Abu Bakr Al Warraq ( salah seorang murid Tarmidzi yang kemudian menjadi seorang sufi besar dan dijuluki guru para wali ), setiap hari minggu, Nabi Khidir mengunjungi Tarmidzi dan kemudian memperbincangkan berbagai persoalan.

Dikisahkan pada suatu hari Tarmidzi menyerahkan buku-buku karyanya kepada Al Warraq untuk dibuang kesungai Oxus. Ketika diperiksa, ternyata buku-buku tersebut penuh dengan seluk beluk dan kebenaran kebenaran mistis ( Tasauf ) Al Warraq tak tega untuk melaksanakan perintah Tarmidzi, buku-buku tersebut dia simpan di dalam kamarnya. Kemudian dia katakan kepada sang guru bahwa buku-buku itu telah dilemparkannya ke sungai.

“ apakah yang engkau saksikan setelah itu ? “ tanya Tarmidzi.
“ Tidak satupun, “ jawab Al Warraq.
“ kalau begitu, engkau belum membuang buku-buku itu kedalam sungai. Pergilah dan buang segera buku-buku itu, “ printah tarmidzi.

“ Al Warraq tak dapat membantah perintah gurunya. “ mengapa dia ingin membuang buku-buku ini ke dalam sungai ? apakah gerangan yang akan kesaksikan nanti ? “ Tanya Al - Warraq dalam hati sambil berjalan menuju ke sungai Oxus.

“ Setibanya ditepi sungai, Al Warraq melemparkan buku-buku yang sangat tinggi nilainya itu. Ajaib ! seketika itu juga air sungai terbelah. Lalu nampak sebuah peti yang terbuka tutupnya dan buku-buku itu pun jatuh kedalamnya. Setelah tutup peti itu mengatup. Air sungai pun bersatu kembali. Al Warraq terheran-heran menyaksikan kejadian itu.

“ Guru, demi keagungan Allah, katakanlah kepadaku apakah Rahasia di balik semua ini ? “ tanya Al Warraq setibanya kembali di hadapan sang guru dan menceritakan segala kejadian yang disaksikannya.

“ Aku telah menulis buku-buku mengenai ilmu tasauf dengan keterangan –keterangan yang sulit untuk difahami oleh manusia – manusia biasa. Saudaraku Khadir meminta buku-buku itu. Dan peti yang engkau lihat tadi dibawa oleh seekor ikan atas pemintaan Khidir, sedang Allah Yang Maha Besar, memerintahkan kepada air untuk mengantarkan peti itu kepadanya, “ jelas Tarmidzi.

Rahmat Mulyadi Taman Bima Permai Blok A 11 Cirebon Jabar
Sumber:www.tamanbimapermai.blogspot.com

SYEKH RAJAB ALI : SANG SUFI MODERN YANG PENUH KAROMAH

HANYA ORANG-ORANG YANG TELAH MENCAPAI MAQOM TERTENTU YANG DAPAT BERTEMU, BAHKAN BERGURU PADA IMAM MAHDI. SYEKH RAJAB ALI ADALAH SALAH SEORANG YANG MENDAPAT ANUGRAH UNTIK BERGURU PADA IMAM MAHDI. ITULAH SALAHSATU KAROMAH BESARNYA

SYEKH RAJAB ALI Adalah salah seorang sufi yang berasal dari negri ( Iran ). Dia dilahirkan di Teheran pada tahun ( 1883 M ). Dia seorang sufi yang hidup di abad Modern, ketika godaan-godaan dunia lebih banyak daripada Sufi-sufi yang hidup pada ratusan tahun yang lampau. “

Kendati sentuhan kehidupan Modern sudah begitu hebat di sekelilingnya, namun rumah syekh rajab sangat sederhana, hanya terbuat dari tanah liat yang dibakar. Karena itulah, pada saat hujan turun, maka atap-atap rumahnya pada bocor.

Pernah seorang jendral menawarkan kepada belaiu untuk di belikan tanah dan akan dibangun untuk Syekh Rajab Ali. Tetapi tawaran ini di tolak olehnya, dia hanya mengucapkan terima kasih sambil bersyukur kepada illahi.

Syekh Rajab Ali adalah sufi yang mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW. Dan Ahlul Bait dalam mencintai Allah. Tidak pernah meninggalkan keluarga dan kaum Muslim.
Nabi dan Ahlul Baitnya tetap mencari nafkah dengan berdagang dan brtani walaupun sebenarnya sebagai Insan Kamil ( Manusia yang paling sempurna ) apa yang di inginkannya cukup diucapkan, maka menjadi terwujud keinginannya tersebut kehendak Allah.

Tak hanya itu, Syekh Rajab Ali juga selalu menolong masyarakat, bersosial dan membuat karya yang dapat bermanfaat bagi kaum muslimin.

Hal tesebutlah yang membedakan Syekh Rajab Ali dari Sufi-sufi lainnya. Pada umumnya para sufi akan melakukan kehidupan zuhud dengan meninggalkan keluarganya, meninggalkan masyarakat, tidak berpolitik, tidak mencari nafkah dan tidak bersosialisasi
dengan baik. Mereka terkesan menyendiri bersama kelompoknya. Mereka menganggap mencintai keluarga, mencari nafkah, berpolitik, dsb, dapat menghalanginya untuk mencintai Allah secara hakiki.

Hal tersebut dianggap jelas melanggar aturan-aturan yang dijalankan Nabi SAW. Dan Ahlul Baitnya. Padahal, kaum sufi itu adalah panutan dan sufi tauladan bagi kita semua kaum muslimin dalam segala hal, karena merekalah para kekasih Allah, sebab merekalah yang mampu mencintai Allah secara hakiki, dan Allah pun mencintai mereka, sehingga mereka mencapai maqom tertinggi manusia sebagai insan kamil. Namun, mengapa mereka harus meninggalakan keluarga, lingkungan, dan tak berbuat apa-apa untuk masyarakat, kecuali untuk diri mereka dan kelompok mereka sendiri ? “

Oleh karena itu, Syekh Rajab Ali, sangat mengecam para sufi yang melakukan perbuatan-perbuatan ekstrim tersebut. Menurutnya, untuk mencintai Allah secara hakiki harus sesuai dengan aturan-aturan Islam, seperti kewajiban memberi nafka lahir batin kepada keluarganya, berpolitik dan sebagainya.

Seseorang sufi yang mencintai kekasihnya apa yang di ucapkan atau permintaan, pasti dituruti oleh orang yang dicintainya. Untuk mencintai Allah, maka segala perintahnya harus dituruti apalagi aturan tersebut adalah sebuah kewajiban bagi kaum muslimin.

Menurut Syekh Rajab Ali, segala amal dan perbuatan harus karena Allah SWT, sebab itu hanya akan menghambat dia untuk mencapai maqom tertinggi dalam mencintai Allah, padahal dengan mencapai maqom ini dia akan” terpesona” hanya kepada Allah saja.

Syekh Rajab Ali mempunyai mata pencaharian sebagai penjahit. Dengan mata pencaharian ini dia membesarkan anak-anaknya dan memberi kehidupan bagi keluarganya. Walaupun hanya seorang penjahit dan dalam kehidupan sederhana, dia terkenal sebagai seorang dermawan dan suka menolong tetangga dan orang lain yang dalam kesusahan, terutama dalam soal ekonomi walaupun dirinya dalam kesulitan ekonomo pula.

Pernah suatu ketika Syekh Rajab Ali pergi ke gunung Syarh banu bersama putranya. Diperjalanan mereka berjumpa dengan seorang sufi yang konon telah memperaktekan kezuhudannya hingga dia memiliki kemampuan yang dikagumi oleh masyarakat.

Syekh bertanya, “ Sejauh ini apa yang telah engkau hasilkan dari peraktek zuhudmu ? “

Sufi itu membungkuk dan mengambil sebongkah batu dan mengubahnya menjadi buah pir. Setelah itu, diberikan kepada syekh Rajab Ali.

Syekh Rajab Ali lalu berkata, “ Bagus, engkau telah melakukannya untuku. Sekarang katakan pada saya, apa yang engkau lakukan untuk Allah ? apa yang telah engkau lakukan untukNya ?

Mendengar ini, sufi itupun menangis tersedu-sedu.

Pernah pula dipadang karbala di negri Iraq, lewat sekelompok aliran tarekat didepan Syekh Rajab Ali dan sahabatnya.

Tarekat ini berpaham sangat ekstrim yaitu meninggalakn aturan islam yang dianggap dapat menghalangi untuk mencintai Allah. Syekh Rajab Ali bercerita kepada sahabatnya bahwa pimpinan tarekat tersebut sedang dikendalikan oleh Syetan, ibarat seekor kuda yang dikendalikan oleh penunggangnya.

Yang pasti, Syekh Rajab Ali tidak pernah meninggalkan kehidupan dunia, meski dia menyebut dunia sebagai, “ wanita tua yang jelek, “ yang dikutifnya dari sebuah hadits Nabi.

Banyak karomah-karomah yang dimiliki Syekh Rajab Ali, di antaranya adalah :

1 . dapat membaca hati orang

salah seorang muridnya berkisah bahwa, suatu malam dia tiba dimajelis yang dipimpin oleh Syekh Rajab Ali. Ketika itu dia memandang salah seorang hadirin yang jenggotnya telah dicukur.

Hati saya serasa gelisah dan sedih, mengapa orang itu mencukur jenggotnya, “ kata orang ini dalam hati.

Syekh yang berada dibelakangnyadan menghadap kiblat, tiba-tiba dia menghentikan do’anya dan berkata, ‘ jenggotnya tidak memperdulikanmu. Lihatlah seperti perbuatannya. Dia mungkin memiliki kebaikan yang mungkin engkau tidak memiliki, “

Sementara itu, seorang pelayan Syekh pernah berkisah, pernah saya meninggalakan rumah untuk mengunjungi Syekh. Diperjalanan, secara tidak sengaja, saya melihat wanita cantik yang menarik perhatian saya. Ketika sampai dirumah Syekh, dan duduk disampingnya, dia melirik saya dan berkata, “ apa yang saya lihat dalam dirimu ?”

Saya membantin, “ Ya Sattar Al Uyub ( Wahai yang menutup aib ),”

Syekh lalu tersenyum dan berkata, “ apa yang telah engkau lakukan sekarang apa yang saya luhat menghilang ?

2 . dapat melihat api dalam sesuatu yang haram

dalam sebuah pertemuan, seseorang memperaktekan ilmu suhir, dan waktu itu salah seorang putra Syekh hadir di pertemuan tersebut. Putra Syekh dengan kemampuan priritualnya berusaha menghalangi peraktek sihir tersebut, sehingga penyihir tersebut selalu mengalami kegagalan.

Akhirnya penyihir itu tahu bahwa putra Syekh Rajab Ali tersebut menghalangi peraktik sihirnya dan memohon kepadanya agar tidak mengganggu mata pencahariannya tersebut.

Lalu penyihir tersebut memberikan hadiah kepada putra Syekh Rajab Ali dengan sebuah karpet mahal. Oleh putra Syekh, krpet itu dibawa pulang. Begitu syekh Rajab Ali melihat, maka dia berkata, “ Siapa yang memberikan permadani kepadamu ? saya melihat api dan asap keluar darinya. Kembalikan permadani tersebut kepada pemiliknya sekarang juga ! “
Maka putra Syekh segera mengembalikan permadani tersebut.-

3 . dapat mengetahui do’a yang dikabulkan oleh Allah SWT.

Dikisahkan bahwa Syekh Rajab Ali dan kawannya mengadakan perjalanan ke kota Masyhad di Iran. Di makam suci Imam Ar Ridho ra ( salah seorang ahlul Bait Nabi SAW keturunan Imam Ali dan Fatimah ),

Mereka melihat seorang pemuda menangis dan sedang bertawasul kepada Imam Ar Ridho ra, agar doa’nya terkabul oleh Allah SWT.

Syekh Rajab Ali memerintahkan kawannya untuk memberitahukan kepada pemuda tersebut bahwa do’anya telah dikabulkan oleh Allah SWT. Dan pemuda tersebut berterima kasih kepada syekh Rajab Alai. “

Sangkawan bertanya kepada Syekh, apa yang terjadi kepada pemuda tersebut. Maka Syekh Rajab Ali menceritakan bahwa pemuda tersebut mencintai seorang gadis dan ingin menikahinya, tapi tak disetujui oleh orang tua gadis tersebut. Do’anya telah dikabulkan oleh Allah SWT. Sebagai bukti, pemuda itu disetujui oleh orang tua gadis tersebut untuk menikahi putrinya. Padahal Syekh Rajab Ali tidak pernah kenal sebelumnya, kecuali dimakam tersebut.”

4 . dapat melihat alam barzah

seorang sahabat berkisah, “ suatu ketika, saya berbincang-bincang dengan Syekh. Tiba-tiba, Syekh berkata, “ saya melihat seorang pemuda di alam Barzah yang berkata, “ engkau tidak tahu apa yang terjadi disini. Ketika engkau datang kesini engkau akan menemukan setiap Nafas yang engkau hirup bukan karena Allah SWT. Berahir dengan kerugian.”

5 . Gramofon yang terbakar

putra Syekh berkata,” Ayah dan saya pergi untuk menghadiri acara pernikahan dari salah seorang kerabat kami. Ketika tuan rumah melihat kedatangan ayah, dia memerintahkan anak-anak muda untuk mematikan Gramofon.
Anak-anak muda itupun ingin melihat siapa yang datang sehingga mereka dilarang menyetel musik yang pada saat itu menggunakan alat Gramofon. Anak-anak muda itu pun memandang rendah Syekh Rajab Ali, bahkan kemudian menyetel kembali Gramofon tersebut.
“ Waktu itu ayah langsung mengajak pulang saya untuk meninggalkan acara tersebut. Belakangan yang saya dengar Gramofon itu hancur tampa sebab. Lalu anak =-anak muda mengambil Gramofon yang lain, tetapi lagi-lagi ada kejadian aneh, Gramofon tersebut terbakar tampa sebab. Peristiwa tersebut menjadikan tuan rumah tobat dan menjadi murid ayah.”

6 . bicara dengan tumbuhan

salah seorang murid syekh mengutip pernyataan beliau,” tumbuhan itu hidup juga dan mereka bicara. Saya berbicara dengan mereka dan mereka memberi tahukan kepada saya tentang apa yang mereka miliki.”

7 . bicara dengan hewan

seorang tukang jagal datang kepada Syekh dan berkata ; “ anak saya sedang sekarat sekarang. Apa yang harus saya lakukan ? “
Syekh berkata, “ engkau telah menyembelih seekor sapi di depan ibunya,”

Tukang jagal meminta agar syekh dapat melakukan sesuatu untuknya. Syekh berkata, “ Ibu sapi itu berkata, “ tidak ! dia telah menyemblih anakku, maka anaknya harus mati.”

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Imam Ali bin Abi Thalib berkata, “ janganlah menyembelih seekor biri-biri di sisi biri-biri lainnya dan seekor unta lainnya, sementara mereka melihat hewan-hewan itu disembelih,”
8 . berguru kepada Imam Mahdi

Imam Mahdi pada saat ini masih didalam kegaiban besarnya. Konon, dia akan muncul apabila waktunya telah tepat untuk memakmurkan seluruh dunia dan memenangkan Islam di atas dunia.
Hanya orang-orang yang telah mencapai maqom tertentu yang dapat bertemu, bahkan berguru pada Imam Mahdi. Syekh Rajab Ali adalah salah seorang yang dapat anugrah untuk berguru pada Imam Mahdi yaitu pada Zamannya.

ITULAH beberapa karomah yang dimiliki oleh Syekh Rajab Ali. Tokoh sufi ini wafat pada tanggal ( 13 September 1961 ). Dikisahkan, pada akhir hayatnya, Imam Mahdi datang menjenguknya. Namun hal ini hanya dapat diketahui oleh orang –orang tertentu saat itu hadir ketika detik-detik kewafatannya.

Dikisahkan pula, ketika Imam Mahdi datang, keadaan tubuh Syekh yang lemah dan tidak mampu banyak bergerak, tiba-tiba dia dapat duduk seketika dan sambil tersenyum dia berjabat tangan dengan seorang yang tidak nampak dan berkata, “ selamat datang guruku yang terhormat,”

Setelah itu Syekh Rajab Ali terbaring lagi. Dengan di iringi kalimat tauhid yang keluar dari bibirnya, dia pun meninggalkan dunia yang penuh kehinaan ini. Selamat jalan Syekh Rajab Ali. “

Rahmat Mulyadi Taman Bima Permai Blok A 11 Cirebon Jabar
Sumber :www.tamanbimapermai.blogspot.com

Tasawuf Ilmu Teknologi Al-Qur’an
Posted on Juli 15, 2010 by SufiMuda

Tasawuf merupakan ilmu halus yang sangat tinggi dan tidak bisa dengan mudah dipelajari. Tasawuf bukan ilmu hapalan yang dipelajari dengan otak akan tetapi merupakan ilmu praktek dan merupakan teknologi Al-Qur’an yang Maha Dahsyat. Hasil pengamalan tasawuf akan melahirkan manusia-manusia berkualitas tinggi, tidak pernah lepas sedetikpun hubungan dengan Allah sebagai sumber kebaikan. Salah satu tujuan Allah mengutus para nabi adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Para nabi bukan sekedar menyampaikan firman Allah, akan tetapi juga berfungsi sebagai pembawa wasilah (wasilah carrier) sebagai media penyambung antara manusia dengan Tuhan. Nabi adalah teknolog Al Qur’an yang mengerti bagaimana menyalurkan power maha dahsyat menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat untuk manusia. Kemampuan nabi Musa membelah laut, kehebatan Nabi Isa menghidupkan orang mati dan menyembuhkan segala jenis penyakit dan kehebatan Nabi Muhammad SAW membelah bulan bukan terjadi dengan serta merta. Mereka diajarkan oleh Allah teknologi Maha Dahsyat, teknologi metafisika dan siapapun menggunakan teknologi yang sama maka hasilnya pasti akan sama.
Kalau kita perhatikan bagaimana hebatnya teknologi fisika. Air yang tenang bisa diubah menjadi listrik lewat teknologi turbin. Air dipanaskan menjadi uap mampu menggerakkan gerbong kereta api yang beratnya ratusan ton. Air juga bisa mendongkrak mobil yang dengan memakai ujung jari tentu saja lewat teknologi hidrolika. Air juga apabila di pisahkan inti atomnya akan terjadi ledakan sangat hebat, menjadi sebuah bom yang daya rusaknya luar biasa. Air sifat dasarnya memadamkan api bisa berubah menjadi bahan bakar yang hebat. Masih banyak teknologi lain yang hebat hasil penemuan manusia.
Berbicara tentang teknologi al-Qur’an, alam metafisika tentu hasilnya berpuluh, beratus bahkan berjuta kali lebih hebat dari teknologi fisika. Sampai saat ini belum ada teknologi yang mampu membelah laut seperti yang dilakukan oleh nabi Musa atau menghidupkan orang mati. Teknologi fisika akan selalu tertinggal jauh oleh teknologi metafisika.
Menyadari potensi yang sangat hebat terkandung dalam al-Qur’an maka para kaum orientalis berusaha memisahkan ummat Islam dengan teknologi Al-Qur’an. Al-Qur’an hanya untuk di baca dan dilombakan, dialun-alunkan dengan suara merdu. Ilmu untuk mengeluarkan power Al-qur’an itu tidak lain adalah Tarekatullah dibawah bimbingan Mursyid Kamil Mukamil, yang ahli di bidangnya, ahli tentang teknologi Al Qur’an.
Kalau Mursyidnya tidak ahli dan tidak mendapat izin dari guru-guru sebelumnya, tidak mempunyai silsilah bersambung kepada Rasulullah SAW maka Tarekat hanyalah sebuah praktek zikir kosong tanpa power. Sudah sekian lama tarekat dikucilkan, tasawuf didebatkan terus menerus bahkan dengan tanpa rasa bersalah memasukkan tasawuf sebagai ajaran di luar Islam, sungguh sangat menyedihkan.
Sangat berbahaya mendalami tarekat kalau Gurunya tidak mendapat izin dari Allah. Ibarat pilot pesawat tanpa izin terbang dan tidak mempunyai sama sekali pengalaman terbang tentu sangat berbahaya, bukan rahmat kita dapat tapi malah celaka.
Orientalis dengan sekuat tenaga berusaha agar ummat Islam berpandangan buruk terhadap tasawuf dengan menciptakan tarekat-tarekat palsu. Tarekat palsu tersebut kemudian disebarkan keseluruh dunia dengan tujuan untuk menjelekkan tarekat. Ajaran-ajaran yang menyimpang dari nilai-nilai Al-Qur’an dan hadist sehingga dengan mudah kalangan yang selama ini miring melihat tarekat mendapat angin segar.
Pilihlah Gurumu yang kamil mukamil khalis mukhlisin, yang dicerdikkan Tuhan, tidak setengah kasih akan dunia, kuat berpegang teguh kepada Tali Allah dan tentu saja mempunyai silsilah sebagai tanda sah ilmu yang diajarkannya.
Tasawuf bukan ilmu hapalan, bukan pula ilmu yang dipelajari lewat membaca. Tasawuf adalah ilmu rasa dan rasa itu datang dari Allah SWT atas ikhtiar sungguh2 dari sang murid. Sebagai contoh, kalau hanya sekedar dibaca, letak maqam yang 7 tempat bisa dibaca dalam satu malam bahkan seluruh kaji dalam suluk selesai dipelajari dalam 1 malam. Pertanyaannya apakah bisa “duduk” amalan tersebut dalam satu malam? Jawabannya tidak, membutuhkan waktu bertahun-tahun baru bisa amalan tersebut melekat dalam diri kita. Mungkin kita telah berulang kali suluk, kalau masih ada unsur sombong dalam diri, berarti belum sempurna maqam ke-5, begitu juga kalau masih suka memperturutkan hawa nafsu berarti suluk kita masih belum benar. Mungkin banyak tarekat yang menulis tentang amalan dari awal suluk sampai selesai. Tapi Guru saya sangat melarang karena amalan itu datang dulu baru dijelaskan. Sebagai kiasan, seorang anak lahir dulu kedunia baru diberi nama.
Beliau mengatakan biarlah amalan berupa karunia dari Allah datang dengan sendirinya. Lebih baik karunia itu datang tanpa mengetahui namanya dari pada menghapal nama tapi tidak pernah merasakan karunia.
Kita wajib berterima kasih kepada Almarhum Prof. Dr. Kadirun Yahya MA M.Sc Mursyid Tarekat Naqsyabandi atas jasa Beliau yang mampu menjelaskan ilmu tasawuf lewat ilmu eksakta (fisika klasik) sehingga tidak bisa dibantah sama sekali oleh siapapun. Ilmu tarekat selama ini dianggap kolot dan ketinggalan zaman ternyata merupakan ilmu yang sangat hebat tiada tanding menjadi senjata ampuh ummat Islam diseluruh dunia. Beliau juga yang pertama kali mempopulerkan istilah Teknologi Al-Qur’an. Kalau Imam Al-Ghazali berjasa mendamaikan tasawuf dengan syariat dan menyatukan keduanya lewat ilmu sosial maka Prof. Dr. Kadirun Yahya MA M.Sc berhasil mendamaikan lewat ilmu metafisika eksakta.
Akhirnya, kita semua berharap bisa berjumpa dengan Guru Mursyid Kamil Mukamil Khalis Mukhlisin yang bisa mengajarkan kita tentang Teknologi Al-qur’an sehingga bisa kita salurkan kepada keluarga, kampung, Negara bahkan seluruh jagad raya ini sebagai bukti bahwa Islam Mulia Raya adalah Agama yang membawa Rahmatan Lil Alamin. Sumber:sufimuda.wordpress.com


Selasa, 07 Desember 2010


Manakib akhir tahun /Jadwal Manakib 2011 M

“ Jujur,Ikhlas,dan sabar,” adalah wajib bagi murid yang ingin wushul kepada Allah ,demikian lah inti ceramah Hidmat Ilmiah Bpk Ustadz Sholeh Maskub pada acara manakib di Majlis Dzikir Musholla Al Mubarok kavling Serpong Tang-Sel pada malam Senin tanggal 05 Desember 2010 M atau malam terakhir bulan Dzulhijah 1431H .
Seperti biasanya manakib di laksanakan malam senin ke tiga setelah manakib di Pon Tren suryalaya,dan di ikuti oleh ikhwan dan akhwat dari wilayah serpong dan sekitarnya ,juga hadir ikhwan akhwat dari Jakarta ,Bogor dan sekitarnya .
Jadwal manakib untuk tahun 2011 adalah sbb:
1. Tgl 02 Januari 2011
2. Tgl 30 Januari 2011
3. Tgl 06 Maret 2011
4. Tgl 04 April 2011
5. Tgl 01 Mei 2011
6. Tgl 29 Mei 2011
7. Tgl 03 Juli 2011
8. Tgl 31 Juli 2011 ?
9. Lebaran Idzul Fitri 1432H
10. Tgl 25 September 2011
11. Tgl 23 Oktober 2011
12. Tgl 27 Nopember 2011
13. Tgl 25 desember 2011

Informasi Majlis Dzikir Musholla Al Mubarok Kavling Serpong Tang-Sel :
Tlp ; 021 .7587.1266. Hp 081.311.069.239.
By Rt

Kamis, 02 Desember 2010


ILMU LADUNI
(Bagian pertama )
Drs. H. Engkir Sukirman, M.Sc.
Batan Indah D-18, Kademangan, Setu, Tangerang-Selatan , Banten

1. Pendahuluan
Hati (qolbu) kalau sudah bersih, jernih, dan bening, pandangannya akan menembusi segala hijab-hijab yaitu tabir alam kebendaan (alam maddiah). Akan tersingkap hijab-hijab itu dan terbanglah ia ke alam ghaib yang maha luas sebatas yang diizinkan oleh Allah Taala. Jika hati benar-benar telah bersih, jernih dan bening, maka Allah SWT akan mencurahkan ke dalam qolbu itu perkara atau barang yang berharga dan amat sangat bernilai yaitu keimanan, keyakinan, ketaqwaan, hikmah, wahyu, kasyaf, ilmu laduni, firasat dan lain-lain. Uraian atau penjelasan tentang hal-hal tersebut di atas akan dibahas secara terperinci, di bawah ini.

2. WAHYU
Wahyu adalah ilmu yang Allah SWT sampaikan kepada rasul-rasul dan nabi-nabi secara langsung. Atau melalui perantaraan malaikat, langsung jatuh ke hati mereka, langsung dapat dihafal dan tidak dilupakan untuk selama-lamanya. Hal ini terjadi tanpa usaha ikhtiar dan tanpa belajar. Inilah mauhibah atau anugerah dari Allah SWT. Wahyu membawa syariat baru, memansuhkan syariat yang sebelumnya.

3. ILMU LADUNI/ILHAM
Apakah itu ilmu laduni? Ilmu laduni adalah ilmu yang membawa pengertian atau makna yang baru kepada syariat, bukan membawa syariat baru. Ilmu laduni atau ilmu ilham ialah ilmu yang Allah jatuhkan ke dalam hati para wali-Nya, tanpa melalui proses usaha ikhtiar atau hasil mendengar kuliah dari guru atau hasil berfikir. Ilmu ini terjatuh langsung ke dalam hati, yang mana bila ilmu itu dikaji atau diuraikan, akan menjadi suatu ilmu atau suatu uraian yang sangat ilmiah. Artinya ilmu ini menjadi suatu ilmu yang sangat bermanfaat. Ilmu yang didapati itu tepat, meyakinkan, masuk akal, memberi kepuasan serta tidak meletihkan otak. Namun demikian dapat terlupa dari ingatan. Berbeda dengan ilmu hasil belajar, hasil membaca dan berfikir atau hasil kajian, ilmu tersebut kadang-kadang cepat menjemukan. Kadang-kadang ilmu hasil kajian ini tidak tepat, tidak meyakinkan atau tidak masuk akal dan meletihkan. Untuk mendapatkannya perlu proses waktu yang lama. Artinya ilmu hasil membaca dan berfikir itu membutuh proses pemahaman dan bahkan penghayatan terlebih dahulu sebelum diamalkan.

Ilmu laduni atau ilmu ilham bukan ilmu yang membawa syariat baru, melainkan ilmu yang membawa makna atau tafsiran yang baru yang sesuai dengan Aqidah dan Syari’ah Islam dan dijadikan rujukan (pedoman) dalam menyelesaikan masalah pada zamannya atau dalam menyelesaikan masalah khusus untuk orang itu. Mengapa pula ilmu ilham atau ilmu laduni ini dikatakan sebagai penyelesai masalah sesuai dengan zamannya dan bukan untuk semua zaman?.

Kalau saya umpamakan ilmu Allah itu, yakni ilmu yang terkandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang maha luas dan tidak berkesudahan itu, diibaratkan sebagai khazanah lautan, maka setiap orang yang menyelam mencari sesuatu di lautan itu, insya-Allah mereka akan mendapatkan sesuatu itu, yang mungkin bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain. Walaupun sesuatu yang diperoleh oleh orang-orang yang menyelam tadi boleh jadi tidak sama satu sama lain. Boleh jadi ada orang yang mendapat kerang saja atau ada mendapat ikan saja. Orang-orang yang mendapat ikan juga mungkin tidak sama jenisnya. Ada yang mendapat ikan hiu, ada yang dapat ikan pari, ikan kembung dan sebagainya. Ada juga yang mendapat mutiara, batu karang dan lain-lain.

Orang yang mendapat ikan berkata kepada orang yang medapat batu karang: Saya mendapat ikan, inilah khazanah lautan yang sesungguhnya. Saya lihat Anda mendapat batu karang dari lautan mana?. Sebaliknya orang yang mendapat batu karang menyangka bahwa ikan yang diperoleh oleh temannya itu bukan dari khazanah lautan. Akhirnya terjadilah tuduh-menuduh. Sebenarnya kerang dan ikan sama-sama khazanah lautan, tetapi karena mereka kurang ilmu, maka masing-masing menganggap apa yang mereka dapat itulah yang sebenarnya dari laut, dan yang lain bukan dari laut. Lebih-lebih lagi orang yang mendapat mutiara, tentulah mereka lebih sombong lagi dan menuduh orang-orang yang mendapat benda-benda lain dianggap bukan dari khazanah lautan.

Bagi orang yang faham tentang laut, ia hanya tersenyum saja melihat temannya bertengkar saling tuduh menuduh bersalah, dan masing-masing saling klaim bahwa dirinyalah yang benar. Orang yang faham tentang laut tersenyum, karena dia tahu persis bahwa benda-benda yang diperoleh temannya itu, yakni ikan, batu karang, mutiara, semuanya itu adalah khazanah lautan; cuma fungsinya atau manfaatnya saja yang tidak sama. Ikan untuk dimakan, batu karang dan mutiara untuk hiasan dan begitulah seterusnya.

Orang yang dikaruniai ilmu laduni atau ilmu ilham ini adalah orang yang mendapat khazanah dari lautan ilmu Allah juga. Seperti telah disinggung di atas bahwa ilmu Allah itu amat sangat luas-luasnya tiada bertepi dan amat sangat dalam-dalamnya tiada terukur. Artinya, ilmu Allah itu amat sangat banyak jumlahnya dan macamnya sehingga manusia tidak akan sanggup menghing-gakannya. Pendek kata, ilmu Allah itu tidak terbatas. Sehingga setiap ayat-ayat Allah boleh jadi mempunyai banyak pengertian dan tafsirannya.

Allah memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengertian, tafsiran dan pemahaman tentang ayat-ayat Allah tersebut kepada seseorang yang Dia kehendaki untuk menyelesaikan masalah di zamannya atau untuk keperluan seseorang itu. Namun demikian, pengertian, tafsiran dan pemahaman itu kebanyakannya tentu bukan mengenai hukum-hukum (fiqh), karena soal itu sudah tetap dan tidak berubah untuk setiap zaman kecuali perkara khilafiah. Ilmu laduni ini kebanyakannya mengenai falsafah, pendidikan ruhani, hal-hal yang kontemporer di zaman itu, metode dan kaedah, dimana perkara-perkara ini dapat berubah mengikuti zaman.

Jika ilmu wahyu disampaikan kepada para rasul atau nabi, ilmu laduni atau ilmu ilham dikaruniakan oleh Allah kepada para wali dan orang-orang soleh. Ilmu wahyu adalah syariat baru yang memansuhkan syariat yang diamalkan sebelumnya, sedangkan ilmu laduni membawa tafsiran atau makna baru kepada ilmu wahyu itu, sesuai untuk zamannya atau orangnya. Ilmu wahyu tidak dilupakan tetapi ilmu laduni atau ilham mudah dilupakan oleh orang yang menerimanya. Kalau yang menerima ilmu wahyu itu adalah rasul, maka wajib ilmu tersebut disampaikan; tetapi kalau yang menerima wahyu itu seorang nabi, maka tidak wajib menyampaikannya. Sedangkan ilmu laduni sebaiknya disampaikan karena ilmu ini akan dapat menyelesaikan masalah-masalah terkini yang sedang dihadapi oleh masyarakat, sesuai untuk zamannya. Atau untuk mengetahui hikmah, rahasia, kedalaman atau pengajaran di balik sesuatu hukum syariat.

Kalau ilmu wahyu ditolak, otomatis seseorang itu akan jatuh murtad atau kafir dan di Akhirat akan terjun ke Neraka serta kekal selama-lamanya. Sebaliknya kalau seseorang menolak ilmu laduni atau ilmu ilham, ia tidak menjadi kafir tetapi akan menghilangkan berkat (barakah) dan tertutup pintu bantuan Allah SWT.

Mungkin ada orang yang akan menolak pendapat tentang ilmu laduni ini dan sulit untuk menerimanya terutama bagi:
a. Orang yang tidak percaya adanya ilmu laduni atau ilham di dalam Islam.
b. Seseorang yang tidak mempunyai ilmu ini dan/atau tidak memiliki pengalaman mengenai ilmu laduni, sekalipun dia mempercayainya.

c. Seseorang yang tahu mengenai ilmu ini tetapi karena hasad dengki, dia tidak senang dengan orang yang mendapat ilmu ini, maka dia juga akan menolaknya, sedangkan hatinya membenarkan.

Apa bukti ilmu laduni atau ilmu ilham ini wujud atau ada?. Buktinya, adalah berdasarkan hujah berikut:
(bersambung ke bagian kedua)

ILMU LADUNI
(Bagian kedua )
Drs. H. Engkir Sukirman, M.Sc.
Batan Indah D-18, Kademangan, Setu, Tangerang-Selatan , Banten
PERTAMA: Hujah Naqli (nas)
a. Hujah Al Quran
Dalam Al Quran ada dalil yang kuat sebagai bukti kewujudan ilmu ini. Hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan ajari kamu (Al Baqarah: 282).
Dalam ayat ini jelas Allah menyebutkan bahwa bagi orang-orang bertaqwa yang bersih dari sifat-sifat mazmumah, Allah akan beri ilmu secara wahbiah, tanpa usaha ikhtiar, tanpa belajar atau berguru.

b. Hujah Hadits
Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang beramal dengan ilmu yang dia tahu, Allah akan pusakakan padanya ilmu yang dia tidak tahu (Dikeluarkan oleh Abu Nuaim).

Inilah buktinya. Artinya ilmu yang telah ada itu akan bertambah bila diamalkan. Yakni ia akan dapat ilmu baru hasil mempraktekkan ilmu itu. Proses ini juga berlaku secara wahbiah. Ilmu laduni atau ilmu ilham disampaikan oleh Allah melalui tiga cara:
1). Ilmu itu Allah jatuhkan langsung ke dalam hati.
2) Adakalanya Allah tayangkan ilmu itu yang boleh dilihat seolah-olah melihat layar TV. Sedangkan orang lain yang ada bersama-sama dengannya ketika itu tidak dapat melihatnya.
3) Atau mungkin mendengar suara yang membisikkan ke telinganya tetapi tidak nampak rupa makhluknya. Inilah yang dikatakan hatif. Mungkin suara ini suara malaikat, jin yang soleh atau wali-wali Allah.

KEDUA: Bukti Sejarah
Banyak kitab terdahulu yang menceritakan bagaimana pengalaman salafussoleh, ulama-ulama besar dan pengarang-pengarang kitab yang mendapat ilmu-ilmu laduni ini. Ada kitab-kitab karangan ulama muktabar (ulama besar) yang menunjukkan pengarangnya mendapat ilmu laduni. Di antara ulama yang memperoleh ilmu laduni atau ilmu ilham ini di samping ilmu melalui usaha ikhtiar ialah imam-imam mazhab yang empat (Imam Malik, Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Hanafi), ulama-ulama Hadits seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, ulama-ulama tasawuf seperti Imam Al Ghazali, Imam Nawawi, Imam Sayuti, Syeikh Abdul Kadir Jailani, Junaid Al Baghdadi, Hassan Al Basri, Yazid Bustami, Ibnu Arabi dan lain-lain.

1). Imam Al Ghazali
Umurnya pendek saja yakni sekitar 54 tahun. Beliau mulai mengarang (menyusun) kitab-kitab segera setelah selesai bersuluk di kubah Masjid Umawi di Syam (Syria). Umurnya waktu itu sekitar 40 tahun. Artinya waktu yang digunakan dalam hidupnya untuk menyusun buku sekitar 14 tahun. Dalam waktu yang relatif pendek ini dia dapat mengarang 300 buah kitab yang tebal-tebal, yang bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan termasuk kitab yang paling masyhur yaitu Ihya Ulumuddin, kitab tasawuf (dua jilid yang tebal-tebal) dan Al Mustasyfa (ilmu usul fiqh yang agak susah difahami).

Coba anda fikirkan, mampukah manusia biasa seperti kita ini menulis sebanyak itu. Betapapun geniusnya otak seseorang itu, tidak mungkin dalam masa 14 tahun dapat menghasilkan 300 buah kitab-kitab tebal, kalau bukan karena dia dibantu dengan ilmu laduni yakni ilmu tanpa berfikir, yang langsung jatuh ke hati dan langsung ditulis. Dalam pengalaman kita, kalau ilmu itu hasil pengkajian atau olah fikir, seperti halnya pengkajian yang dilakukan oleh profesor-profesor sekarang, butuh waktu empat tahun untuk dapat membuat satu tesis di dalam sebuah buku. untuk menulis satu buku membutuhkan waktu empat tahun, maka dalam 14 tahun baru mendapat tiga buah buku saja (ingat ini bukan makalah). Terlalu jauh bedanya dengan Imam Ghazali yang mencapai 300 buah buku itu.

2). Imam Sayuti
Umurnya juga pendek, hanya 53 tahun. Beliau mulai mengarang sewaktu berumur 40 tahun dan dapat menghasilkan 600 buah kitab. Dalam masa hanya 13 tahun dapat menghasilkan sebegitu banyak kitab. Artinya dia dapat menyiapkan sebuah kitab setiap dua minggu. Kitabnya itu juga tebal-tebal dan pembahasannya berkualitas ilmiah yang tinggi dan bermacam-macam disiplin ilmu. Antara lain kitabnya yang terkenal adalah Al-Itqan fi Ulumil Quran, Al-Hawi lil Fatawa (dua jilid), Al-Jamius Soghir (mengandungi matan-matan Hadits), Al-Ashbah wan Nadzoir, Tafsir Jalalain, Al-Iklil dan lain-lain lagi.

Kalaulah beliau menulis atas dasar membaca atau berfikir semata-mata, tentulah tidak mungkin dalam masa 13 tahun dapat menulis 600 kitab atau tidak mungkin dalam masa hanya dua minggu dapat mengarang sebuah kitab. Inilah ilmu laduni. Tidak heranlah hal ini dapat terjadi karena dalam kitab Al Tabaqatul Kubra karangan Imam Sya’rani di sana diceriterakan bahwa Imam Sayuti dapat yaqazah dengan Rasulullah sebanyak 75 kali dan dia sempat bertanya tentang ilmu dengan Rasulullah.

3). Imam Nawawi
Beliau adalah salah seorang diantara ulama yang meninggal sewaktu berusia muda, yaitu 30 tahun. Beliau tidak sempat menikah tetapi banyak mewariskan kitab-kitab karangannya. Di antara yang terkenal ialah Al-Majmuk yakni kitab fikih. Kalau ditimbang berat kitab itu lebih kurang 3 kilogram, yakni kitab fikih yang sangat tebal. Selain itu termasuklah kitab Riadhus Solihin, Al Azkar dan lain-lain lagi.

Untuk mengarang kitab Al-Majmuk saja kalau ikut kaedah biasa yakni atas dasar kekuatan otak, tidak mungkin dapat disiapkan dalam masa dua atau tiga tahun. Mungkin memakan waktu 10 tahun. Ini berarti dia mulai mengarang ketika berumur 20 tahun. Biasanya di umur ini orang masih belajar. Tetapi di usia semuda itu Imam Nawawi mampu mengarang bukan saja Al-Majmuk, tetapi juga mengarang kitab-kitab besar yang lain. Ini luar biasa!. Biasanya orang jadi pengarang kitab di penghujung usianya. Ini membuktikan selain dari cara belajar, ada ilmu yang Allah pusakakan tanpa belajar, tanpa usaha ikhtiar dan tanpa berguru. Itulah dia ilmu laduni atau ilmu ilham.

Sesudah kita mengkaji kemampuan ulama-ulama terdahulu, kita lihat pula ulama-ulama sekarang ini dan coba kita bandingkan. Berapa banyakkah buku-buku atau kitab yang telah ditulis oleh mereka sekalipun mereka telah memperoleh gelar Ph.D?. Oleh karena itu, jika ulama-ulama dulu mampu menulis kitab-kitab yang banyak dan tebal-tebal dalam masa yang singkat, tentulah hal ini adalah bantuan Allah yang luar biasa melalui ilmu laduni atau ilmu ilham yang bersifat wahbi di samping ilmu kasbinya.

Nampaknya sekarang ini sudah tidak ada lagi ulama yang memperoleh ilmu laduni. Ini karena kita semua sudah bersalut dengan cinta dunia dan berkarat dengan sifat-sifat mazmumah. Lihatlah zaman sekarang ini, susah untuk kita dapati ulama yang mengarang buku atau kitab. Mereka tidak mampu mengarang karena kekeringan minda (buah fikiran), sibuk dengan dunia, di samping perlu menggunakan otak, berfikir, membaca, banyak mentelaah dan mesti banyak referensi yang tentunya memakan waktu yang lama. Ini semua membosankan dan meletihkan, banyak ambil waktu serta tidak cukup waktu. Mereka tidak dapat pula ilmu melalui saluran ilham. Maka inilah rahasia kenapa ulama sekarang tidak menulis atau kurang menulis.

4. FIRASAT
Firasat ialah perasaan atau gerakan hati yang benar atau tepat karena mendapat pimpinan dari Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW: Takutlah olehmu firasat orang mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah (Hadits Riwayat At Tarmizi). Jika hati kotor, syaitanlah yang mengisinya yakni dengan was-was, jahat sangka, keraguan dan lain-lain lagi.

5. KASYAF
Apa itu kasyaf?. Kasyaf artinya menyingkap tabir-tabir yang menjadi penghalang atau yang jadi hijab pada mata batin untuk melihat alam ghaib atau rohaniah itu. Allah singkapkan, Allah buka dan perlihatkan alam ghaib tersebut. Tabir-tabir penghalang itu adalah sifat-sifat mazmumah. Apabila tabir-tabir mazmumah itu sudah terangkat, maka hatinya jadi awas dan terang-benderang, putih bersih. Sehingga mata hati mampu melihat makhluk-makhluk Allah yang pelik-pelik di alam yang bukan alam benda atau material itu seperti melihat alam jin, alam malakut dan alam Barzakh. Juga dapat melihat sifat batin manusia yakni kalau seseorang itu berperangai seperti kuda, maka dilihatnya rupa orang itu seperti kuda. Kalau berperangai anjing, orang itu berupa anjing. Allah perlihatkan hakikat orang itu .
Wallahu a’lam ....
%%%%%%%

Senin, 22 November 2010


ARTI BID’AH (Bagian pertama )
Drs. H. Engkir Sukirman, M.Sc.

Bid’ah merupakan sebuah kata yang tidak asing bagi kita semua. Karena kata atau istilah bid’ah ini berhubungan dengan banyak hal di dalam Islam. Namun sayang, banyak orang yang belum memahami makna bid’ah dengan benar. Sehingga tidak jarang mereka terjebak dalam perselisihan. Sebenarnya, para ulama telah menjelaskan masalah bid’ah ini, namun kita ternyata kurang mempelajarinya. Oleh karena itu dalam kesempatan ini akan disampaikan uraian singkat tentang bid’ah, semoga tidak terjadi lagi salah paham tentang bid’ah ini. Amin.

Secara bahasa bid'ah itu berasal dari ba-da-'a asy-syai' yang artinya adalah mengadakan dan memulai. Dan kata bid'ah maknanya adalah baru atau sesuatu yang menjadi tambahan dari agama ini setelah disempurnakan.

Jadi, bid'ah adalah segala yang baru yang diada-adakan yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dalam perkara ibadah ataupun adat, pada masalah yang baik atau yang buruk. Hadits tentang bid’ah sebenarnya cukup banyak, namun yang biasa disitir oleh para penceramah adalah hadits yang satu ini:
......................................Hadits No. 1 (lampiran).............................
Barang siapa diberi hidayah oleh Allah, maka tiada siapa pun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan oleh Allah, maka tiada siapa pun dapat memberinya hidayah (petunjuk). Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk (Hadits) Nabi Muhammad SAW. Dan sejelek-jelek perkara adalah hal-hal baru (muhdatsat) dan semua yang baru adalah bid’ah dan semua bid’ah itu adalah sesat dan semua yang sesat tempatnya di neraka (HR. Nasai).

Kalimat terakhir dari hadits di atas, yakni Dan sejelek-jelek perkara adalah hal-hal baru (muhdatsat) dan semua hal yang baru adalah bid’ah dan semua bid’ah itu adalah sesat dan semua yang sesat tempatnya di neraka, tidak sejalan dengan hadits-hadits lain. Oleh karena itu, hadits itu tidak bisa dicerna secara langsung
secara leterleg), harus ditafsir terlebih dahulu. Untuk dapat memahami hadits di atas kita harus mengkaji semua hadits yang berhubungan dengannya. Sehingga kita tidak terjerumus pada penafsiran yang salah. Ada beberapa penjelasan, yakni:

Penjelasan pertama
Dikemukakan oleh Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah, beliau berkata: Mengenai hadits semua bid’ah dhalaalah ini bermakna aammun makhsush (pernyataan yang bersifat umum yang ada pengecualiannya). Ungkapan wa kullu bid’atin dhalaalah adalah analog dengan Firman Allah dalam QS. Al-Ahqaf : 25,

(Angin) yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.

Dalam ayat tersebut Allah menggambarkan bagaimana angin menghancurkan segala-galanya sehingga orang kafir tersebut terkubur di dalam bumi.

Walaupun disebutkan bahwa angin tersebut menghancurkan kulla syai’in (segala sesuatu), ternyata ada pengecualian yakni rumah orang-orang kafir tidak ikut hancur.

Ini menunjukkan bahwa kata kullu tidak selalu berarti semua (tidak mutlak). Dalam ayat di atas, rumah orang-orang kafir yang tidak hancur merupakan salah satu pengecualian.

Jadi juga makna kalimat wa kullu bid’atin dhalaalah pada hadits di atas, bukan bermakna keseluruhan bid’ah, tetapi ‘kullu’ di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah, yakni hanya bagi hal-hal baru yang buruk dalam Islam. Jadi maksud hadits di atas adalah bahwa semua hal-hal baru, yang buruk dalam Islam, adalah kesesatan.

Demikian pula,

“Sungguh telah Ku pastikan ketentuan Ku untuk memenuhi jahannam dengan seluruh jin dan manusia” (QS. Assajdah:13 dan QS. Hud: 119).

Walaupun dikatakan semua jin dan manusia akan masuk neraka, namun ada pengecualian yang tidak disebutkan, yakni para nabi, siddiqqin, suhada, sholihin, yang justru mereka itu adalah kelompok manusia calon penghuni surga.

Jadi ayat itu bermakna bukan keseluruhan manusia akan masuk neraka, tetapi bermakna sebagian dari keseluruhan manusia, yakni hanya kaum musyrikin dan dhalimin saja, yang akan dimasukkan ke neraka.

Jadi juga makna kalimat wa kullu bid’atin dhalalah pada hadits di atas, bukan bermakna keseluruhan bid’ah, tetapi ‘kullu’ di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah, yakni hanya bagi hal-hal baru yang buruk dalam Islam.

Jadi maksud hadits di atas adalah bahwa semua hal-hal baru, yang buruk dalam Islam, adalah kesesatan; adapun hal-hal baru yang baik tidaklah sesat.

Penjelasan kedua
Rupanya pemahaman bahwa tidak semua bid’ah itu sesat telah dipahami oleh para sahabat. Bahkan seorang sahabat terkemuka, Khalifah kedua, Amirul Mukminin ’Umar bin Khaththaab ra pernah mencetuskan istilah bid’ah hasanah untuk sebuah amalan yang beliau susun sendiri, yaitu shalat tarawih berjamaah di Masjid selama bulan Ramadhan dengan seorang imam yang hapal Al-Qur’an. Imam Bukhaari ra, dalam kitab shohihnya menyebutkan,
...........................................Hadits No. 2...........................................
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qari’, ia berkata, Pada suatu malam di bulan Ramadhan, saya keluar menuju Masjid bersama ’Umar bin Khaththab ra. Di sana (tampak) masyarakat sedang menunaikan shalat (tarawih) secara berkelompok terpisah-pisah. Ada yang shalat sendiri ada pula yang shalat berjamaah bersama sekelompok orang. Pada saat itulah ’Umar ra berkata, Menurutku, andaikata semua orang ini kupersatukan di bawah pimpinan seorang Imam yang hapal Al-Qur’an tentu lebih baik. Beliau bertekad untuk mewujudkan niatnya. Akhirnya beliau persatukan mereka di bawah pimpinan ’Ubay bin Ka’ab. Di malam lain, aku ke luar menuju Masjid bersama ’Umar ra. Saat masyarakat sedang menunaikan shalat (tarawih) berjamaah dengan Imam mereka yang hapal Al-Qur’an (ketika menyaksikan pemandangan tersebut) berkatalah ’Umar: Ni’mal bid’atu haadzihi (HR. Bukhari dan Malik, Hadits No.1906).

Apa artinya kalimat: Ni’mal bid’atu haadzihi ?. Dalam Al-Qur’an ada beberapa ungkapan serupa,
Ni’mal wakiil = sebaik-baik tempat penyerahan,
Ni’mal maulaa = sebaik-baik penjaga,
Ni’man nashiir = sebaik-baik penolong,
Ni’mal ‘abdu = sebaik-baik hamba,
Ni’ma ajrul ‘aamiliin = sebaik-baik balasan orang yang beramal,
Ni’mal bid’atu = sebaik-baik bid’ah.
Jadi Ni’mal bid’atu haadzihi artinya: Inilah sebaik-baik bid’ah. Dengan kata lain salat tarawih berjamaah di masjid adalah bid’ah
hasanah. Ucapan beliau ini merupakan salah satu bukti bahwa tidak semua bid’ah sesat, hanya bid’ah yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang sesat.

Perlu diketahui, memang benar bahwa Rasulullah saw mengadakan shalat tarawih bersama para sahabat, tetapi beliau tidak melakukannya berjamaah selama satu bulan penuh, beliau hanya melakukannya selama dua atau tiga hari (ada perbedaan riwayat). Karena khawatir tarawih tersebut dipandang wajib oleh umatnya, Rasulullah saw kemudian menghentikannya. Disamping itu juga, ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh Rasulullah saw setelah Surat Al-Fatihah tidak dibaca secara urut mulai dari Surat Al-Baqarah sampai Surat An-Naas. Lain halnya dengan Sayyidina ’Umar ra, beliau mengumpulkan para sahabat untuk melakukan salat tarawih serta memilih seorang imam yang hapal Al-Qur’an untuk membacanya dari awal hingga khatam.

Jadi, shalat tarawih yang dilakukan oleh Sayyidina ’Umar berselisih (berbeda) dengan shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Dan Sayyidina ’Umar juga memahami, menyadari dan mengakui bahwa perbuatannya itu adalah bid’ah. Namun karena bid’ah yang beliau ra lakukan memiliki dasar dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, beliau merasa senang dengan perbuatannya itu dan beliau katakan: Inilah sebaik-baik bid’ah.

Kita setuju dengan pendapat Sayyidina ‘Umar ra, bahwa shalat tarawih berjamaah di Masjid itu adalah bid’ah hasanah. Dan memang sangat tidak pantas kalau kita membantahnya, karena perbedaan kedudukan antara ‘Umar ra dengan kita amat sangat jauh, beliau mendapat pendidikan langsung dari nara sumber Islam, mendengar, melihat, dan mengamalkan Dien Al-Islam bersama Rasulullah saw. Sementara pengetahuan kita tentang Islam ini hanyalah dari bacaan dan rentang waktu antara kita dengan Nabi saw sudah teramat panjang (15 abad).

Bid’ah hasanah yang dibuat shahabat itu disebut sunnah shahabat. Dan kita ikuti sunnah shahabat itu, karena kita diperintah oleh Nabi saw untuk mengikutinya, sebagaimana sabda Nabi saw,
.......................................Hadits No. 3..............................................
Hendaklah kalian mengamalkan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, ‘Umar, Ustman dan Ali) yang telah diberi petunjuk oleh-Nya ke arah kebaikan dan peganglah sunnah itu sekuat kemampuan serta waspadalah terhadap hal-hal baru karena semua bid’ah itu tersesat.(bersambung bag ke 2)


ARTI BID’AH ( Bagian ke dua)
Drs. H. Engkir Sukirman, M.Sc.

Penjelasan ketiga
Para ulama mengatakan bahwa kata muhdatsaat (hal-hal baru) dalam hadits wakullu muhdatsatin bid’atun di atas, artinya adalah segala hal baru yang tidak sesuai Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Pernyataan ini didukung oleh beberapa hadits berikut:
.........................................Hadits No. 4............................................
Dan barang siapa mengadakan sebuah bid’ah yang dhalaalah, yang tidak diridhoi Allah dan Rasul-Nya, maka dia memperoleh dosa sebanyak dosa orang yang mengamalkannya tanpa sedikit pun mengurangi dosa-dosa mereka. (HR. Tirmidzi).

Dalam hadits di atas disebutkan,
Barang siapa mengadakan sebuah bid’ah yang dhalaalah, .... .......

Ini berarti tidak semua bid’ah sesat. Sebab jika semua bid’ah sesat, tentu beliau saw akan langsung berkata,
Barang siapa mengadakan sebuah bid’ah,..............maka.............

Dan tidak akan menambahkan kata dhalaalah dalam sabdanya tersebut. Dengan menyebut kalimat bid’ah yang dhalaalah, maka logikanya ada bid’ah yang tidak dhalaalah.

Untuk lebih memperjelas mari kita simak sebuah kalimat berikut,
Barang siapa mengendarai kendaraan bermotor yang tidak berpelat nomor, maka dia melanggak Undang Undang Lalulintas (UUL).
Makna kalimat ini adalah bahwa penyebab seseorang melanggar UUL pada kalimat di atas adalah karena kendaraan bermotor yang dikendarainya tidak memiliki pelat nomor. Adapun jika kendaraan bermotornya lengkap disertai pelat nomor tidaklah melanggar UUL.

Jadi, penyebab seseorang berdosa adalah jika dia melakukan bid’ah yang dhalaalah. Jika bid’ah yang dialukan tidak dhalaalah, maka dengan sendirinya tidak berdosa

Sabda Rasulullaah saw,
.......................................Hadits No. 5..............................................
Barang siapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak terdapat di dalam agama, maka ia tertolak. (HR. Bukhari dan Abuu Dawuud).

Dalam hadits di atas Rasulullah saw menambahkan kata keterangan: yang tidak terdapat di dalam agama; artinya bahwa hanya hal baru yang tidak terdapat di dalam agama saja yang ditolak.
.......................................Hadits No. 6..............................................
Barang siapa membuat sesuatu yang baru dalam masalah (agama) kami ini, yang tidak bersumber darinya (agama), maka ia tertolak. (HR. Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad).

Dalam hadits di atas Rasulullah saw menambahkan kata keterangan: yang tidak bersumber dari agama; artinya bahwa hanya hal baru yang tidak bersumber dari agama saja yang ditolak.

Andaikata semua hal baru adalah sesat, tentu Nabi saw tidak akan menambahkan kata keterangan tersebut. Beliau saw akan langsung berkata,
Barang siapa membuat sesuatu hal yang baru dalam masalah (agama) kami ini, maka ia tertolak.

Kesimpulan: Selama hal baru tersebut bersumber dari Al-Qur’an dan/atau Al-Hadits, maka dia dapat diterima oleh Agama, diterima oleh Allaah SWT dan diterima oleh Rasulullaah saw.

Penjelasan keempat
Jika ada suatu kegiatan yang dikemas dalam suatu model atau bentuk baru, asalkan isinya tiada lain adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka kegiatan tersebut tidak sesat (tidak dhalaalah) bahkan sebaliknya baik (hasanah). Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw:
.......................................Hadits No. 7..............................................
Barangsiapa mencontohkan suatu perbuatan baik di dalam Islam, kemudian perbuatan tersebut diamalkan (orang lain), maka ia akan memperoleh pahala orang-orang yang mengamalkannya tanpa sedikitpun mengurangi pahala mereka. Dan barangsiapa mencontohkan sebuah perbuatan buruk di dalam Islam, maka dia memperoleh dosa semua orang yang mengamalkannya tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka (HR Muslim, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yang baik dan bid’ah yang sesat (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87).

Penjelasan kelima
Dari penjelasan di atas tampak bahwa tidak semua hadits dapat dicerna langsung. Ada beberapa hadits yang perlu dijelaskan dan ditafsirkan, dan salah satunya adalah hadits tentang bid’ah tersebut. Hadits kullu bid’atin dhalaalatun merupakan hadits yang bersifat umum, yang di dalamnya terdapat suatu pengecualian atau ada suatu kalimat (kata) yang tidak disertakan (tidak diucapkan), karena telah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya. Hadits kullu bid’atin dhalaalatun mirip dengan beberapa hadits berikut:
......................................Hadits No. 8................................................
Tidak beriman salah seorang di antara kalian sebelum ia mencintai untuk saudaranya seperti ia mencintai untuk dirinya sendiri. (HR. Bukhari, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).

.......................................Hadits No. 9..............................................
Bukan dari golongan kami seseorang yang tidak membaca Al-Qur’an dengan suara yang baik (merdu). (HR. Bukhari, Abu Dawud, Ahmad dan Darimi).

.......................................Hadits No. 10............................................
Shalat witir itu benar, maka barang siapa tidak menunaikan shalat witir, ia bukan dari golongan kami. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

.......................................Hadits No. 11............................................
Tidaklah berwudhu seseorang yang tidak menyebut nama Allah dalam wudhunya. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darimi).

Jika kata: tidak dan bukan dari golongan kami, dalam hadits di atas tidak dijelaskan (ditafsirkan), bagaimana:
- Kedudukan kita dalam Islam, berimankah kita?
- Bagaimana nilai bacaan Al-Qur’an kita ?,
- Masuk ke dalam golongan siapakah kita?
- Bagaimana nilai wudhu kita?.
Para ulama menyatakan bahwa kata tidak dalam hadits di atas adalah tidak sempurna. Jadi, dalam hadits itu ada kata sempurna yang tidak diucapkan oleh Nabi saw karena telah dipahami oleh para sahabat.

Sedangkan, kata bukan dari golongan kami, maksudnya bukan dari golongan terbaik kami. Dalam hidits ini terdapat kata terbaik yang juga tidak diucapkan oleh Nabi saw karena telah dipahami oleh para sahabat.

Para ulama menjelaskan bahwa dalam hadits kullu bid’atin dhalaalatun juga terdapat kalimat yang tidak diucapkan oleh Nabi saw, namun telah dipahami oleh para sahabat. Kalimat yang tidak diucapkan itu adalah: yang tidak bertentangan dengan syariat, posisinya setelah kata bid’atin.

Jadi, hadits itu jika ditulis secara lengkap akan berbunyi:
Semua bid’ah, yang bertentangan dengan syariat, adalah sesat dan semua yang sesat tempatnya di neraka.

Penjelasan keenam
Rasulullah SAW bersabda,
............................................Hadits No. 12.......................................
Barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan tersebut akan tertolak (HR. Muslim, No : 1817).

Digunakannya kata ganti kami (kata ganti orang pertama banyak) pada hadits di atas, merupakan isyarat bahwa yang boleh mencontohkan suatu perbuatan ibadah bukan hanya Rasulullah saw seorang sendiri tetapi juga sahabat Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali), Tabiin, Tabiit-Tabiin, dan Ulama yang berpredikat pewaris nabi.

Dr. Quraish Shihab berkata: Sunnah yang menjadi pegangan seorang muslim tidak hanya sunnah Rasulullah dan Sahabat tetapi juga sunnah Tabiin, Tabiit-Tabiin, Ulama (yang berpredikat pewaris nabi) baik ulama terdahulu maupun yang hidup sejaman dengan kita saat ini sepanjang kita ketahui dasarnya tidak bertentangan dengan sumber di atasnya.

Penjelasan ketujuh
1. Berkata Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii), bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih: Inilah sebaik baik bid’ah (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87).

Sedangkan dalam Kitab Fathul Bari, juz XVII: 10, Imam Syafi’i menyatakan: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi saw, prilaku sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun jika sesuatu yang diada-adakan itu adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (Al-Qur’an, Hadits, prilaku sahabat atau Ijma’ ulama) maka sesuatu itu tidak tercela (baik).

2. Berkata Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah, bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi: “seburuk-buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua bid’ah adalah dhalaalah”, yang dimaksud adalah hal-hal yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya.

3. Berkata Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi), Penjelasan mengenai hadits: Barangsiapa mencontohkan suatu perbuatan baik di dalam Islam, kemudian perbuatan tersebut diamalkan (orang lain), maka ia akan memperoleh pahala orang-orang yang mengamalkannya tanpa sedikitpun mengurangi pahala mereka. Dan barangsiapa mencontohkan sebuah perbuatan buruk di dalam Islam, maka dia memperoleh dosa semua orang yang mengamalkannya tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka. Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yang baik, dan ancaman bagi orang yang membuat kebiasaan yang buruk. Dan pada hadits lain (seakan-akan) terdapat pengecualian dari sabda beliau (Nabi saw): “semua yang baru adalah bid’ah, dan semua yang bid’ah adalah sesat”. Sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan bid’ah yang tercela” (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105).

4. Berkata pula Imam Nawawi: Ulama membagi bid’ah menjadi lima, yaitu bid’ah yang wajib, bid’ah yang mandub, bid’ah yang mubah, bid’ah yang makruh dan bid’ah yang haram. Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan-ucapan yang menentang kemungkaran, contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buk-buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan contoh bid’ah yang mubah adalah makan bermacam-macam dari jenis makanan, dan bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik-baik bid’ah (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155).

Penjelasan kedelapan
1. Abu Bakar Shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Al-Qur’an. Kisahnya sebagai berikut: Ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah), dimana mereka itu para Huffadh (yang hafal) Al-Qur’an dan Ahli Al-Qur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra. Abubakar Ashiddiq ra berkata kepada Zeyd bin Tsabit ra: “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlul yamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlul Qur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abu Bakar As-Shiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Al-Qur’an, aku berkata: Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah?, maka Umar berkata pada ku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (Zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Al-Qur’an dan tulislah Al-Qur’an!” berkata Zeyd: “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Al-Qur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah SAW??”, maka Abu Bakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Al-Qur’an” (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).

Nah saudaraku, bila kita perhatikan keterangan di atas Abu Bakar Shiddiq ra mengakui dengan ucapannya: “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”, hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Al-Qur’an, karena sebelumnya Al-Qur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah-pisah di hafalkan oleh sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dan lain-lain, ini adalah bid’ah hasanah, justru mereka para shahabat yang memulainya.

2. Ibnu Umar juga menyebut shalat dhuha' berjamaah di masjid sebagai bid'ah, yaitu jenis bid'ah hasanah atau bid'ah yang baik.

3. Hal baru tanpa perintah Rasul saw di masa Khalifah Utsman bin Affan ra adalah dilakukan penulisan Al-Qur’an, hingga Al-Qur’an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy.

4. Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dilakukan adzan dua kali pada Shalat Jumat. Hal ini tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw, tidak di masa Khalifah Abu Bakar Shiddiq ra, tidak pula di masa Umar bin Khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari Hadits No.873). Pertanyaan: siapakah yang lebih mengerti larangan bid’ah?, adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa Urrasyidin-empat manusia mulia ini, tidak faham makna bid’ah?.

Penjelasan kesembilan
Al-Izz ibn Abdis Salam salah seorang pengikut Imam Syafi’i, mengatakan bahwa bid'ah adalah perbuatan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, dan terbagi menjadi lima hukum, yaitu: bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah mandub (sunnah), bid'ah makruh dan bid'ah mubah.

Contoh
1). Bid'ah wajib misalnya belajar ilmu nahwu yang sangat vital untuk memahami kitabullah dan sunnah rasul-Nya; membukukan hadits-hadits Muhammad saw sebagaimana yang telah dilakukan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan ahli hadits lainnya.
2). Bid'ah haram misalnya menambah atau mengurangi jumlah rakaat sholat wajib dengan sengaja; menambah atau mengurangi isi Al-Qur’an; shalat tidak dengan bahasa Arab; memiliki istri lebih dari empat; menikah dengan penganut agama lian.
3). Bid'ah sunnah misalnya mendirikan madrasah; shalat tarawih berjamaah selama satu bulan penuh; peringatan maulid nabi; peringatan isra’ mi’raj; hal bi halal; tahlilan; peringatan nujulul qur’an.
4). Bid'ah makruh misalnya menghias masjid atau mushaf Al-Quran.
5). Bid'ah mubah misalnya bersalaman setelah shalat; menghitung bilangan dzikir dengan tasbih; membaca usholli sebelum takbiratul ihram dalam shalat.

Pesan Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa:
Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits maka mestilah kita berhati-hati dari manakah ilmu mereka?, berdasarkan apa pemahaman mereka?, atau mereka mengklaim bahwa pemahamannya adalah berdasarkan pendapat seorang imam A, padahal imam A tersebut tidak mencapai derajat hafidh atau muhaddits, atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil-menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa-fatwa para Imam?.

Wallahu a'lam bishshawab. Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

Daftar Pustaka
1. Novel bin Muhammad Alaydrus, MANA DALILNYA, Taman Ilmu, Jl. Serayu VII, No. 3B, Rt.04, Rw.16, Semanggi -Surakarta, Cetakan XI, Januari 2006.
2. Hussein Bahreisj, HADITS SHAHIH, Al-Jamius Shahih, Bukhari-Muslim, CV Karya Utama, Surabaya.
%%%%%%%%


Selasa, 02 November 2010


Maulana Abdulmalik Israel

Yahudi Penyebar Islam Tanah Jawa

Yahudi. Satu kata itu menjadi satu makian konspiratif bagi muslim, tidak hanya kalangan fundamentalis, tetapi juga tradisionalis. Setiap ada budaya yang dilihat sebagai sesuatu yang menggerogoti tradisi keislaman selalu dikaitkan dengan upaya Yahudi dalam melemahkan iman masyarakat muslim. Demikian, ungkap Martin Van Bruinessen dalam sebuah ceramah yang disampaikan pada Institut Dialog Antar Iman (DIAN), Yogjakarta tahun 1993.
Tetapi, tahukah kita, bahwa ada seorang etnis Yahudi kelahiran Andalusia pada abad kelima belas masehi adalah salah satu penyebar Islam di pulau Jawa. Dialah Maulana Abdulmalik Israel yang semula seorang Yahudi yang konversi menjadi muslim, demikian dituliskan oleh Kyai Haji Muhammad Solikhin, seorang ulama yang mengasuh pesantren di Boyolali, dalam triloginya tentang Syeikh Siti Jenarnya. Bahkan, dalam buku yang ditulis oleh Ibnu Batutah, konon Maulana Malik Israel adalah salah satu anggota dari dewan Wali Sanga angkatan pertama, selain Syeikh Subakir, Syeikh Hassanuddin dan beberapa penyebar Islam pertama di Jawa. Maulana Malik Israel adalah seorang sufi yang meninggalkan tradisi Andalusia, tempat kelahirannya, sehingga tidak melulu mengandalkan rasionalisme yang telah menyebabkan kejatuhan Andalusia.

Maulana Malik Israel bersama anggota dewan Wali Songo menyebarkan Islam hingga akhirnya hayatnya. Konon, beliau dikuburkan di sebuah bukit kecil di tepi Teluk Banten, Bojonegara, Kab. Serang, utara Kota Cilegon. Tampaknya, bukit itu dipilih pertama kali oleh Maulana Malik Israel sebagai ulama yang lebih tua dari Syeikh Sholeh bin Abdurrahman seorang penyebar Islam yang hidup pada masa Maulana Hassanuddin. Bukit itu berada pada lokasi yang memiliki titik pandang yang cukup indah ke arah barat sehingga dapat menjadi proyeksi tafakur pada saat menyepi. Masyarakat menyebut bukit itu dengan Gunung Santri. Konon, daerah itu adalah tempat santri belajar kepada guru ulama tersebut.

Pada masa selanjutnya, daerah itu disebut dengan nama Kampung Beji. Sebuah kampung yang kemudian menjadi basis pergerakan perlawanan masyarakat Banten terhadap Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 hingga masa kemerdekaan. Salah satu inspirator perlawanan itu adalah Maulana Malik Israel, selain tentunya Sultan Ageng Tirtayasa, musuh utama VOC.

Inspirasi itu masuk dalam beberapa bentuk, antara lain melalui keturunannya yang tersebar di hampir seluruh tanah banten. Salah satu keturunannya adalah Syeikh Jamaluddin yang dimakamkan di dekat Pelabuhan Merak. Keturunan Maulana Malik Israel konon dinikahi oleh kakek dari Syarif Hidayatullah. artinya, secara tidak langsung Syarif Hidayatullah sebagian dari dirinya berdarah Israili, selain berdarah Husseini. Jejak dari penghormatan kepada Maulana Malik Israel ini disebutkan dalam silsilah Maulana Hassanuddin yang disebutkan dalam Sejarah Banten dengan nama Sultan Bani Israel. Inspirasi itu, selain melalui darah genetik, adalah tradisi wasilah dalam doa yang dipanjatkan dalam setiap memulai doa, hizib atau munajat oleh masyarakat Banten.

Dus, Yahudi bagi orang Islam tidak melulu distigmakan oleh muslim sebagai musuh pengrusak iman ummat Islam, tetapi ada juga seorang Yahudi yang mendapatkan penghormatan sebagaimana para wali penyebar Islam di Jawa lainnya. {annuri furqon}
Sumber: Gus MUs.Net 4 Mei 2010 12:03:01

Kamis, 21 Oktober 2010


PBNU Targetkan 1000 BMT di Seluruh Indonesia
13 Oktober 2010 02:50:14

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bertekad akan membentuk seribu BMT (Baitul Mal Wat Tamwil) di seluruh pelosok tanah air. Ditargetkan, dalam lima tahun mendatang obsesi PBNU ini bisa terealisir, demi peningkatan derajat perekonomian Nahdliyin (warga NU).

Selama 5 tahun ke depan, PBNU menargetkan membentuk 1000 BMT” ujar Wakil Ketua Umum PBNU, KH. As’ad Said Ali saat membuka Pelatihan Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang diinisiasi oleh PBNU di Aula Serba Guna Pengurus Wilayah (PW) NU Jalan Pura Demak II Denpasar Bali, Senin (11/10).

Menurutnya, BMT tersebut akan disebar di seluruh Pengurus Cabang maupun Pengurus Wilayah NU. Dia juga memandang, NU yang memiliki 14.000 pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia memiliki sumber daya sekaligus potensi ekonomi yang sangat besar. Karenanya perlu didayagunakan secara maksimal.

Lewat pelatihan yang digelar di Bali, 11-17 Oktober 2010 itu, diharapkan kader-kader muda NU tergerak untuk mengelola potensi-potensi ekonomi bersama-sama melalui pendirian dan penguatan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dalam bentuk BMT (Baitul Mal Wat Tamwil). Pendirian LKMS diarahkan untuk menstimulus pengembangan sektor-sektor usaha yang dimiliki warga NU, khususnya di pedesaan.

Sesuai dengan amanat Muktamar NU di Makassar, lanjutnya, PBNU akan memperkuat bidang Iqtishadiyah (Ekonomi), Tarbiyah (Pendidikan), dan Syu’un al-Ijtimaiyyah wa al-Diniyah (Sosial Kemasyarakatan dan Keagamaan).

Pelatihan Kader Penggerak dan Pengelola LKMS tersebut merupakan salah satu ikhtiar PBNU untuk mengembangkan potensi-potensi Iqtishadiyah (Ekonomi) warga NU. “Kita ingin selepas pelatihan dan magang, para peserta pelatihan kader Penggerak LKMS ini bisa menjadi aktor-aktor pemberdayaan ekonomi umat di daerahnya masing-masing,” ujarnya.

Lebih jauh dia menjelaskan, sekitar 88 persen penduduk Indonesia adalah muslim. Dari data tersebut, sekitar 35 persen diantaranya adalah jamaah Nahdatul Ulama’ (NU). Dengan kata lain, jumlah warga NU sebanyak 71,14 juta jiwa dari populasi penganut Islam sebanyak 203, 28 juta jiwa.

Diasumsikan, sekitar 30% dari warga NU atau sebanyak 21,34 juta berada dalam kategori miskin. Angka kemiskinan warga NU tersebut paling tidak mencapai 65,6% dari jumlah penduduk miskin yang diklaim pemerintah pada tahun 2009 yaitu sebesar 32,53 juta jiwa.

Jika problem kemiskinan ini tak tertangani, maka bukan tidak mungkin warga NU hanya menjadi problem pembangunan. Padahal, sejak awal pendiriannya, Nahdhatul Ulama’ sangat concern terhadap pemberdayaan dan pengembangan ekonomi umat, pembangunan sumber daya manusia, dan penguatan pendidikan.

Dahulu, lewat Nahdhatul Tujjar (kebangkitan pedagang santri) para saudagar NU mengembangkan ekonomi umat, melalui Madrasah Nahdathul Wathan (Kebangkitan Bangsa) NU memperkuat potensi-potensi pendidikan, dan melalui Tashwirul Afkar (Sinergi pemikiran) NU mengembangkan sumber daya manusia.

Kini di tengah kecenderungan ekonomi global yang tidak berpihak pada usaha kecil, maka segenap potensi dan sumber daya manusia jamaah NU yang berserakan harus diperkuat kembali demi tumbuhnya ekonomi jamaah NU, yang pada tahap selanjutnya memberikan kontribusi bagi pengentasan kemiskinan warga NU dan memperkokoh ekonomi bangsa.

Jika ada upaya mengentaskan kemiskinan secara bersama dari warga NU saja, maka kemiskinan secara nasional diperkirakan akan turun sebesar 9,24 persen, atau dari 14,08 persen menjadi 4,84 persen

Menurut ketua panitia, Rahmat Hidayat Pulungan, Pelatihan LKMS Angkatan Ke-2 ini diikuti 70 orang peserta dari Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, NTB, NTT dan Kalimantan. Kegiatan ini akan berlangsung dari 11-17 Oktober 2010.

Setelah itu para peserta akan mengikuti magang di BMT Sidogiri, salah satu BMT terbaik milik warga NU, selama sebulan. Pelatihan kader penggerak dan pengelola LKMS oleh PBNU ini diagendakan berlangsung setiap 3 bulan sekali selama 5 tahun ke depan.

Turut hadir dalam upacara pembukaan Ketua LPNU Muhyidin Arubusman, Sekda Bali dan jajaran pengurus PWNU Bali. (was)
Sumber :Gusmus.NET




Syeikh Tolhah Kalisapu Cirebon
Riwayat singkat
Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah
“SYEIKH TOLHAH BIN THOLABUDDIN”
Lahir di Desa Trusmi, kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon diperkirakan tahun 1825.
Ayahnya bernama KH. Tolabuddin, lahir di Desa Trusmi putera dari KH. Radpuddin keturunan Pangeran Trusmi putera Sunan Gunungjati.
Mengikuti pendidikan agama, diawali di Pesantren Rancang (pesantren ayahnya), kemudian melanjutkan ke Pesantren Ciwaringin (semuanya masih diwilayah Kabupaten Cirebon) kemudian melanjutkan ke Pesantren Lirboyo di Ponorogo-Jawa Timur, kemudian meneruskan di Gresik-Jawa Timur, dari Gresik pulang dahulu mengajar di Pesantren Rancang membantu ayahnya. Selanjutnya pergi menunaikan ibadah Haji dan terus mukim di Mekkah, mempelajari Tasawuf dan Thoriqoh dari Syekh Ahmad Khatib Sambas Ibn. Abdul Gaffar khusus tentang Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) hingga mencapai kedudukan sebagai wakil Talqin dan membantu Syekh Ahamad Khatib Sambas beberapa waktu lamanya.
Diperkirakan tahun 1873 kembali dari Mekah mengajar di Pesantren Rancang.
Sekitar tahun 1876 mendirikan pesantren di Begong, Desa Kalisapu, Kabupaten Cirebon.
Ditangkap oleh aparat keamanan colonial Belanda di Cirebon sekitar tahun 1889 atas tuduhan menghina Ratu Belanda dan mempersiapkan perlawanan pemerintah kolonial Belanda.
Berangkat ke Mekah untuk kedua kalinya, kembali dari Mekah berhenti beberapa waktu lamanya di Singapura kerena kapalnya rusak. Sempat memberi pelajaran tentang TQN di Singapura.
Dari pernikahan dengan isteri-isterinya dikaruniai anak 18 laki-laki, 8 perempuan dan punya cucu 69 orang (sebagian kecil masih hidup)
Menjadi penasehat dan pembimbing keagamaan di Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Bupati Kuningan 1892 dan bagi para pejabat tinggi pemerintahan dan para bangsawan di Cirebon.
Meniggal dunia tahun 1935 dimakamkan di komplek pemakaman Gunung Jati.
Sumber ; Da'i kembar.wordpress.com.

Selasa, 05 Oktober 2010


Silaturahmi Manakib


Salah satu kegiatan rotin Majlis Dzikir Al Mubarok adalah Silaturahmi Manakib kepada Para ikhwan dan akhwat yang di kampung halaman Di mulai satu hari setelah Idzul Fitri ,berpindah dari satu rumah kerumah yang lain antar desa dan kecamatan serta antar kabupaten .
Kegiatan ini adalah agenda yang telah di laksanakan sejak tahun 1994.M
Tepatnya setelah pendiri dan kordinator Majlis Dzikir ini yaitu Bpk Ruslan Taroni ,berbaiat atau Talqin Dzikir THoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah PonPes Suryalaya pada Nopember 1993 M.
Majlis Dzikir ini berawal adalah komonitas pengajian Yasinan dan Tahlil yang di mulai sejak 15 maret 1991 M ,yang waktu itu masih bertempat di kontrakan yaitu di Rumah Bpk Kasno ,kavling atas Serpong tepatnya pinggir jalan kereta Jakarta –Merak dan dekat dengan pasar Serpong.
Sejak awal tahun 1994 M ,maka kegiatan di tambah dengan manakib dan Khotaman ,yang terus berpindah dari satu tempat/kontrakan ke tempat yang lain,sehingga pada tahun 1997 M medirikan Musholla di Kavling bawah yang di beri nama Baitul Mu’minin,dan Jama’ah Pengajiannya di namakan “ Jam’iyyah Al Mubarokiyyah “
Dan pada perkembangan selanjutnya pada usianya Yang ke 17 Thn dig anti dengan nama “ Majlis Dzikir dan Musholla AL Mubarok “ atas saran dan izin Pangersa Ajengan Ghaos saat hadir dalam acara Manakib rutin bulanan.
Menjelang tahun 2011 M ini program kegiatan di Majlis ini adalah sebagai berikut :
1. Manakib rotin bulanan yang dilaksanakan setiap malam senin ke tiga setelah manakib di PonPes Suryalaya (awalnya manakib di laksanakan malam senin ke empat kalender Masehi ,atas saran Bpk H Baban ( Putra Pangersa Abah ) maka mulai tahun 2010 M ,manakib di laksanakan malam senin ke tiga setelah manakib di PonPes Suryalaya.
2. Setiap malam selasa Tadarusan Al Qur’an 30 juz .
3. Malam Jum’at ke 1 Training Ekonomi Sufistik .
4. Malam Jum’at ke 2 Khotaman .
5. Malam Jum’at ke 3 Pembacaan Sholawat Bani Hasyim .
6. Setiap Jum’at pagi manakib bersama ikhwan yang menginap di Majlis .
7. Setiap lebaran Idzul Fitri silaturahmi manakib dan Ziarah dan pada hari ke Sembilan bulan syawal berangkat ke PonPes Suryalaya
Program Ekonomi adalah :
1. Tabungan Hari Raya (TABUNGAN TOHIR).
2. Tabungan Qurban dan Ziarah (TAQORUB)
3. Usaha Ikhwan Mandiri ( USWAH ).
4. Dana Ikhwan Mandiri (DAIMAN).
5. Dana Perawatan dan Persiapan Renovasi ( DPR).
6. Menerima Titipan (AMANAH).
7. Modal bergilir /berputar ( MOHTAR).
Mudah mudahan program ini berjalan sesuai dengan rencana. Amiin
By Rt…

Senin, 27 September 2010


KUNJUNGAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Setelah hari kemarin, jum'at, 24/9/10, Pondok Pesantren Suryalaya kedatangan Menteri Agama RI, pada hari ini, sabtu, 25/09/10 sekitar pukul 18.15 WIB, Suryalaya kedatangan Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. Ir. Muhammad Nuh untuk bersilaturahmi dengan Pangersa Abah. Kedatangan beliau diterima langsung oleh Sekretaris Pribadi Pangersa Abah H. Baban Ahmad Jihad S.B. Ar, dan Salah seorang Pengemban Amanah Pangersa Abah KH. Zaenal Abidin Anwar dan pada kesempatan itu pula beliau langsung bisa bertemu dengan Pangersa Abah..
Sambil ngobrol-ngobrol ringan di madrasah H. Baban sebagai sekretaris Pondok Pesantren Suryalaya mengundang Bapak Menteri untuk bisa hadir pada acara Wisuda Sarjana Latifah Mubarokiyah 7 Oktober mendatang dan pada acara puncak Milad 105 Suryalaya 10 Oktober mendatang..
Selepas shalat Isya, Bapak Menteri belajar dzikir (Talqin Dzikir) untuk sama-sama belajar mengamalkan ajaran TQN Pondok Pesantren Suryalaya. Setelah talqin dzikir beliau meninggalkan Pondok untuk kembali ke kediamannya di Jakarta.
Sumber:www.suryalaya.org

Minggu, 26 September 2010

Masjid Kholwat Syekh Tolhah di Cirebon ,sedang dalam perbaikan dinding depan lagi di pasang keramik.

TANGGUNG JAWAB KREATOR
Oleh: Muhammad Zuhri

Ketika bayi manusia lahir, sebuah matahari kesadaran mulai terbit dari cakrawala kehidupan. Ia datang bertitah-titah dengan segala kelembutan dan ketidaktahuannya akan arti kehadiran. Kemudian setapak demi setapak ia berusaha mengenal peta semestanya. Ia hapalkan nama-nama, ia pahami makna-makna, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya.
Tak putus-putusnya ia menjamah kenyataan. Dengan rasa ingin tahunya yang besar disingkapkannya misteri demi misteri kehidupan, sampai akhirnya menjadi dewasa.
Sejak itu setiap kali ia berangkat menyatakan diri di dalam semestanya, ia mulai tertuntut berbagai tanggung jawab terhadap semua akibat yang ditimbulkan. Ia mulai merasakan beratnya bereksistensi secara otentik. Namun ia terus melangkah. Ia tahu, tidak ada jalan balik di sana. Tidak ada ruang lain baginya untuk melarikan diri. Lebih dari itu ia bahkan telah menemukan dirinya sebagai tanggung jawab itu sendiri. Seolah hidup ini memang sebuah titipan.
Sungguh telah Kami tawarkan amanat itu kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan menerimanya karena takut akan menghianatinya. Tetapi manusia bersedia memikulnya. Ia sungguh dzalim dan bodoh sekali. (Qur'an, Al-Ahzab:72)
Tetapi realita kehidupan yang kita saksikan tidak selalu tampak demikian. Hukum kehidupan tidak sekeras dan sekejam itu. Di sana banyak terdapat kelonggaran, pengampunan, dan penundaan akibat perbuatan. Di sana banyak sekali pribadi-pribadi yang lemah, sakit, tercecer dan ada pula yang terbelenggu sumpah kepada pihak yang lebih kuat. Mereka perlu mendapatkan kesempatan untuk berbenah diri supaya kemudian dapat berubah sikap.
Semua itu bisa dimaklumi karena mereka tidak berangkat bersama-sama dalam menempuh hidup, menjadi dewasa, dan menemukan identitas diri. Apalagi fasilitas hidup yang mereka miliki sangat beragam. Sejak dari potensi diri, karakter, sarana, kesempata, sampai kepada masalah yang dihadapinya tidak ada yang sama. Mereka berbeda hampir di dalam semua. Oleh karena itu setiap individu hanya dibebani untuk memikul semestanya sendiri sesuai dengan kemampuannya. (lihat Qur'an, Al-Baqarah:286)
Adapun tanggung jawab bersama hanya bisa ditegakkan melewati kesepakatan terlebih dahulu. Itulah rupanya hukum keadilan yang paling dasar di dalam kehidupan ini.

Medan Tanggung Jawab
Setelah kita memaklumi keunikan setiap individu dengan tanggung jawabnya yang tak terpisahkan, kita beralih mengamati medan tanggung jawab mereka. Ketika Al-Qur'an mengidentifikasikan orang-orang lalai, tergambar di sana dimensi-dimensi tempat beroperasinya tanggung jawab.
Mereka mempunyai hati yang tidak digunakan untuk mengerti. Mereka mempunyai mata yang tidak digunakan untuk melihat. Mereka mempunyai telinga yang tidak digunakan untuk mendengar. Seperti binatang-lah mereka, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qur'an, Al-A'raf:179)
Meskipun mereka masih dapat melangsungkan hidup secara fisikal, namun sebagai manusia sebenarnya mereka itu telah mati. Karena ruang yang dijelajahinya tinggal ruang yang bersifat fisikal. Sedang ruang gerak dan bertumbuhnya ummat manusia adalah tanggung jawab.
Ayat tersebut di atas mengisyaratkan wujudnya tiga dimensi kehidupan, dimana tanggung jawab manusia akan dioperasikan, yaitu medan operasionalnya hati, mata, dan telinga kita.
Hati bagi manusia memiliki peran sebagai pemandu dalam proses hidup.
Mata berperan sebagai alat untuk mengenal struktur semesta, dimana manusia sarana kehidupan dan pengembangan dirinya didapatkan.
Sedangkan telinga merupakan alat untuk menangkap informasi, dimana manusia dapat merespon situasi kehidupan yang melibat dirinya setiap saat.
Proses hidup, struktur semesta, dan situasi kehidupan merupakan wilayah operasionalnya tanggung jawab manusia. Oleh karena itu, Allah berkenan menurunkan ayat-ayat-Nya di sana supaya ummat manusia dapat menangkap dan mengungkapkannya di dalam karya mereka.
Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di ufuk-ufuk cakrawala dan di dalam hati mereka, sehingga menjadi jelas bagi mereka bahwa Qur'an itu Haq. (Qur'an, Fushshilat:53)
Orientasi manusia terhadap al-afaq (struktur semesta) akan menghasilkan disiplin-disiplin ilmu dan perspektif-perspektif nilai yang bermanfaat untuk mengungkapkan Kebenaran Objektif.
Respon jiwa manusia terhadap situasi kehidupan akan menjelmakan karya-karya seni yang berguna untuk mengungkapkan Kebenaran Subjektif.
Sedang proses hidup manusia di atas jalan yang ditawarkan Al-Qur'an akan melahirkan agama yang penghayatan secara benar dan bersungguh-sungguh akan menyampaikan manusia kepada Jalan Tuhan, Hikmah, atau Kebenaran Kontekstual. (lihat Qur'an, Al-Ankabut:69)
Perjuangan mengungkapkan Kebenaran Objektif lewat penemuan ilmu, filsafat dan Kebenaran Subjektif lewat karya seni, merupakan partisipasi manusia terhadap ke-manajer-an Tuhan. Kedua karya agung manusia tersebut masing-masing menempati kutub ekstrim yang bertentangan, namun bersifat zaujain (berpasangan) seperti lazimnya wujud-wujud eksistensial di dunia. (lihat Qur'an, Adz-Dzariat:49)
Interaksi antara keduanya akan menciptakan ketegangan yang mengacu perkembangan hidup manusia. Karena situasi dilematis selalu menuntut jalan keluar yang memadai. Yaitu sebuah jalan keluar yang tidak mengorbankan salah satu dari kebenaran yang telah dilahirkan dan tidak pula berakibat memecahkan ummat manusia menjadi dua blok raksasa yang bertentangan sepanjang masa.
Perjuangan mengungkapkan Kebenaran Kontekstual lewat proses pembentukan diri yang sedemikian rupa sebagaimana dilakukan oleh para sufi, merupakan jalan keluar dari ketegangan tersebut dan sekaligus merupakan sintesa dari kedua kebenaran yang telah terungkap sebelumnya.
Sebagai sintesa, Kebenaran Kontekstual itu bersifat tunggal, seperti lazimnya wujud-wujud esensial yang lain. Kebenaran tersebut bukan lahir dari karya manusia, melainkan perwujudan partisipasi Tuhan terhadap ummat manusia.
Dan barang siapa taqwa kepada Allah (berproses dengan cara yang ditawarkan oleh Al-Qur'an). Allah akan menjadikan baginya Jalan Keluar (sintesa dari kedua kebenaran yang bertentangan) dan diberi rizki dari arah yang tak dapat diduga. (Qur'an, Ath-Thalaq:2-3)
Mengapa Allah perlu berpartisipasi terhadap ummat manusia di dalam menempuh dimensi proses dengan mengajarkan Kitab (Petunjuk Ilahi) dan Hikmah (Kebenaran Kontekstual)? (lihat Qur'an, Al-Baqarah:129). Hal itu disebabkan ummat manusia tidak memiliki pengetahuan tentang masa depan. Sebagai tandanya ia selalu mengukur masa depan dengan pola masa lalu. Akibatnya tanpa disadari mereka telah menggali kubur buat diri sendiri, yaitu bersikap membumi.
Bagaimana tidak? Masa lampau manusia lebih banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat duniawi yang sifatnya sangat beragam. Efek psikisnya mereka condong untuk memilih yang enak-enak, menyenangkan, ringan, mudah, dan tak banyak resiko sehingga tidak pernah mengalami proses transendensi.
Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Qur'an, Al-Baqarah:216)

Lahirnya Kebenaran
Semakin jelas bagi kita bahwa apa yang harus dipertanggung-jawabkan oleh setiap kreator sehubungan dengan karyanya adalah berhasil tidaknya karya tersebut mengungkapkan kebenaran.
Dapatkah hasil karya mereka mengilhami manusia untuk hidup lebih kualifait, damai, utuh, dan lestari? Atau bahkan mereka mengacu kepada pemburuan terhadap hal-hal yang sementara, tak peduli pada nilai-nilai kemanusiaan, dan individualistis.
Bumi kita ini telah menjadi ajang perebutan kekuasaan, peperangan, dan kekacau-balauan yang sulit dimengerti, karena penghuninya tak lagi berorientasi terhadap kebenaran. Kalaupun ada yang masih tersisa dari penganut kebenaran, mereka hanya bermata sebelah.
Al-Qur'an menghimbau kepada orang-orang mukmin untuk memasuki wilayah kebenaran secara utuh dan mencegah mereka untuk mengikuti rayuan setan, yaitu bersikap menyebelah, ekstrim, dan menolak wujud kebenaran yang tak diketahuinya hanya karena kebodohan mereka. (lihat Qur'an, Al-Baqarah:207)
Beban tanggung jawab ini tertumpu di bahu kita, ummat dari kurun globalisasi yang konon potensial untuk menyelamatkan bumi dari ancaman kiamat. Tetapi bagaimana mungkin cita tersebut bisa terwujud, bila gemuruh gerak maju manusia hanya bersifat fisikal, menolak partisipasi Ilahi.
Dapatkah kebenaran kontekstual yang dulu pernah dikibarkan oleh para sufi diganti dengan otoritas lain yang bersandar kepada kepentingan duniawi dan kekuatan senjata pemusnah?
Kesadaran global macam apa yang sedang kita miliki sekarang? Amanat siapa yang sedang kita tunaikan saat ini? Dan Perwakilan (kekhalifahan) siapa yang kita perankan di atas bumi? Golongan kecil Superman atau Hawa Nafsu yang naik daun menjadi tuhan terbesar dunia, seperti kata Ibnu Arabi dari Andalusia.
Sebelum kita mengangkat bibir untuk menjawab pertanyaan tersebut, biarlah seruling An-Nifari singgah sebentar di gerbang imajinasi kita:

"Bila kamu telah berada di puncak kesadaran sebagai manusia (seorang globalis), tetapi masih juga kamu mampu melakukan pelanggaran, maka siksa yang akan menimpa dirimu akan seberat semesta ini, dan penderitaannya adalah seluruh penderitaan yang ada".
Ketika kita dengan sekian banyak pelanggaran yang tak kunjung membosankan belum juga pernah merasakan penderitaan tersebut, maka kita tergolong orang-orang yang dimudahkan Tuhan untuk mengidentifikasi diri.
Cukuplah Allah sebagai saksi!

Tabloid Hikmah, Oktober 1994.
Sumber ;WWW.pakmuh.com

Sabtu, 25 September 2010


Pintu masuk Makam Syekh Tolabudin

(Ayahanda Syekh Tolhah ) di Kalisapu Cirebon.

Para peziarah yang akan memasuki areal makam harus merunduk karena pintunya memang tak cukup untuk berjalan normal,yang mengisyaratkan kepada para peziarah untuk selalu tawadu' atau rendah hati sebagaimana di contohkan oleh Beliau sendiri .

Syawal

Bulan ini bulan Syawal yaitu dilaksanakannya shalat Idul Fitri, manusia sedunia dari mulai Nabi Adam sampai dengan manusia akhir nanti tidak ada manusia satupun yang terbuat .... semuanya dibuat, baik yang fisiknya lengkap atau yang tidak lengkap, baik yang kakinya ada ataupun tidak ada, yang tangannya lengkap ataupun tidak lengkap, semuanya diciptakan oleh Allah. Ini diangkat dalam kitab Sirrur Asror Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani yang menjadi moto utama dalam bidang tasawuf. Firman Allah :"Wamaa kholaqtul jinna wal insa illa liya'budun"
artinya : " Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk ibadah"
tapi itu saja belum cukup, rata-rata semua beranggapan seperti ini karena Depag menterjemahkan ayat ini hanya sebatas itu saja. Maka kebanyakan dari manusia asal sudah melaksanakan ibadah menganggap dirinya merasa telah memenuhi tugas karena terjemah DEPAG yang diterangkan oleh para penceramah di TV, Radio-radio dan mimbar-mimbar itu yang dipakai. jika kita merasa dengan sholat lima waktu, puasa ramadhan, bila telah nisab lalu berzakat dan bila kita mampu naik haji. Kita berfikir apabila telah melaksanakan semua itu saja kita telah memenuhi tugas dari Allah. Kita orang tasawuf jangan cuma sampai disitu pemikiran kita.
Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani telah menafsirkan "illa liya'budun" dalam kitab Sirrur Asror bahwa makna kalimat itu adalah liya'rifun. kalau anda ditanya kenapa "liya'budun" lamnya itu lam lita'lil, dia menasabkan ya'budun kalau fi'il mudhore dinasabkan harus hilang nunnya itu, sebab tanda sofanya itu ialah membuang nun, kenapa nun-nya masih juga tetap ada ? dijawab oleh ahli Ilmu alat, sebenarnya ujungnya itu bukan nun tapi iya, asalnya "wamaa kholaqtul jinna wal insa illa ilya'buduuniii" kenapa iya-nya dibuang apakah ada kaidah shorof dan nahwu yang membolehkan membuang iya mutakallim ? tidak ada. Lalu kenapa Allah membuang iya mutakallim ? disitu ilmunya Ilmu Saj'i (sastra). Jadi ".... Tidak Ku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk ma'rifat kepada Allah" bukan sebatas ibadah saja, banyak yang beribadah tapi tidak ma'rifat, kalau ahli ma'rifat pasti dia ahli ibadah. bila ada orang yang mengaku dirinya ma'rifat tapi tidak ibadah berarti aliran sesat. Suryalaya tidak begitu, kalau ada yang seperti itu ? itu bukan dari Suryalaya begitu saja.
Ramadhan itupun merupakan salah satu untuk mencetak manusia yaitu menjadi manusia yang bertaqwa, bagi orang yang belum belajar thareqat mungkin "La'lallakum tattaquun" sebatas menjadi orang sholeh saja, tapi untuk orang yang telah belajar thareqat harus menjadi "wasiliin" orang yang wusul kepada Allah Swt dan untuk menjadi hamba Allah yang sholeh tidak harus memiliki ilmu yang tinggi, maksudnya dengan ilmu dasar yang sedikitpun asalkan diamalkan dengan istiqomah anda bisa wusul kepada Allah, sebaliknya orang yang tinggi ilmunya tapi tidak istiqomah dalam pengamalan maka ia tidak akan wusul kepada Allah. Dalam kitab Jauhar Maknun "Kakulina Li'allimiin Dzigotillah Adzikru Miftahuliba bil Adro" banyak orang yang ilmunya tinggi tapi tidak mau belajar thareqat, tidak akan wusul kepada Allah. orang yang tidak menerima talqin dzikir thareqat muktabaroh dari mursyid, maka ia bisa jadi orang sholeh, orang baik tapi tidak akan mencapai tingkat wusul. Dalam kitab anwirul Qulub "Wa'lam annattarokiya mimma qoumin illa akhoro la budda laka minal musallik al 'arifi biakhwalin nafsi". Ketahuilah bahwa pergeseran peningkatan maqom nafsu dari satu tahap ke tahap yang lain tidak akan terwujud tanpa bimbingan guru yang mengetahui perjalanan ruh itu sendiri.
Di sampaikan oleh :K.H Zezen Zainal Abidin Bazul Ashab,pada ceramah manakib 11 syawal 1429 H , di Masjid Nurul Asror PonPes suryalaya .
Sumber WWW.suryalaya.org

Kamis, 23 September 2010


Dalam rangkaian kegiatan silaturohmi dan manakib ,hari Kamis Tanggal 16 setember 2010 M Ziarah ke Masjid Kholwat Syekh Tolhah ,Ke Makam Syekh Tolabudin dan Ke Makam Syekh Tolhah di Cirebon ,menyempatkan diri berfoto di dalam Masjid Syekh Tolhah.