"Migunani Marang liyan,Ora Gawe Kapitunaning Liyan,Marsudi Luhur Ing jiwo"

Kamis, 26 April 2012

Putra Sambas Kalimantan Barat Yang Terkenal dan Berpengaruh di Tanah Jawa .

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah adalah sebuah nama tarekat yang diberikan oleh Syaikh Khatib Sambasi. Tarekat ini populer dengan sebutan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah atau disingkat TQN. Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah putra Kalimantan Barat yang belajar agama Islam dan bermukim di Mekkah. Ia belajar Tasawuf pada guru Sufi Qadiriyah, Syaikh Syamsuddin, sampai mendapat derajat yang tertinggi menggantikan gurunya di Jabal Qubais. Oleh gurunya ia diangkat menjadi "Syaikh Mursyid Kamil al Mukammil", kemudian melanjutkan kegiatan gurunya di tempat tersebut dan mendapat sambutan yang sangat antusias terutama dari para pelajar asal Nusantara sejak awal abad ke 19. Pada tahun 1870, ia merumuskan tarekat baru yang disebut TQN. TQN merupakan penggabungan dua tarekat yang berbeda yaitu Qadiriyah dan Naqshabandiyah menjadi metode tersendiri yang praktis untuk menempuh jalan spiritual. Perkembangan di Nusantara Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama Indonesia paling berpengaruh sepanjang abad 19, beliau juga pendiri TQN yang tersebar luas di Nusantara, terutama di Jawa. Beliau juga dikenal sebagai cendekiawan ulung terutama di bidang ilmu agama, seperti Qur’an, hadits, fiqih, kalam, dan, tentu saja, tasawuf. Nama lengkapnya ialah Syaikh Muhammad khatib bin Abdul Ghafar as Sambasi Al Jawi, lahir di Kampung Asam, Sambas, Kalimantan Barat, pada tahun 1805 M (1217 H).
Setelah menyelesaikan pendidikan agama tingkat dasar, beliau pergi ke Mekah pada umur 19 tahun untuk memperdalam ilmu, dan beliau menetap di sana hingga akhir hayatnya, yakni saat beliau wafat pada 1872 M (1289 H). Di antara para gurunya adalah Syaikh Daud Ibn Abdullah al-Fathani, seorang alim besar dan mursyid tarekat Syattariyah. Syaikh al-Fatani inilah yang memperkenalkan Syaikh Ahmad Khatib kepada Syaikh Syamsuddin, seorang mursyid dari Tarekat Qadiriyyah. Peristiwa agak aneh dan menimbulkan tanda tanya, yakni mengapa Syaikh Ahmad Khatib Sambas tidak ikut pada tarekat guru pertamanya itu, padahal pada waktu itu Tarekat Syattariyyah bisa dikatakan cukup dominan dalam penyebarannya hingga akhir abad 19. Syaikh Syamsuddin ini amat mempengaruhi kehidupan Syaikh Ahmad Khatib Sambas, dan Syaikh Ahmad Khatib menjadi muridnya yang terbaik. Kelak Syaikh Ahmad Khatib inilah yang menggantikan posisi gurunya sebagai mursyid Tarekat Qadiriyyah. Tetapi tidak diketahui dengan pasti dari siapa Syaikh Ahmad Khatib Sambas menerima ijazah Tarekat Naqsyabandiyyah. Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah mursyid dari dua tarekat, meskipun kemudian dia tidak mengajarkannya secara terpisah, melainkan dikombinasikan. Kombinasi ini bisa dianggap sebagai bentuk tarekat baru yang berbeda dari dua tarekat sumbernya. Karenanya di Indonesia beliau dikenal sebagai pendiri Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Penyebaran tarekat ini juga dibantu oleh tersebar luasnya kitab karangan beliau, Fath al-Arifin, salah satu karya paling populer untuk praktik sufi di dunia Melayu. Kitab ini menjelaskan unsur-unsur dasar ajaran sufi, seperti baiat, zikir, muraqabah, silsilah (mata rantai spiritual) TQN. Dalam perkembangannya di Indonesia, tarekat ini disebarkan sejak datangnya murid Syaikh Akhmad Khatib Sambas. Di Kalimantan Barat, tarekat ini disebarkan oleh dua orang muridnya, yaitu Syaikh Nuruddin ( berasal dari Filipina) dan Syaikh Muhammad Saad (asli Sambas). Syaikh Abdul Karim dari Banten merupakan ulama yang paling banyak berjasa dalam penyebaran TQN di tanah Jawa. Tiba di Banten sekitar 1870-an kemudian beliau mendirikan pesantren sekaligus pusat penyebaran TQN. Semasa hidupnya Syaikh Ahmad Khatib Sambas mengangkat banyak khalifah (wakil), namun posisi pewaris utamanya setelah beliau meninggal dipegang oleh Syaikh Abd Al Karim Banten. Selain Syaikh Abdul Karim, dua wakil penting lainnya adalah Syaikh Thalhah Kalisapu - Cirebon, dan Syaikh Ahmad Hasbullah Ibn Muhammad Madura. Pada awalnya semuanya mengakui otoritas Syaikh Abdul Karim, namun setelah Syaikh Abdul Karim meninggal, tidak ada lagi kepemimpinan pusat, dan karenanya TQN menjadi terbagi dengan otoritas sendiri-sendiri. Syaikh Thalhah mengembangkan kemursyidan sendiri di Jawa Barat. Penerusnya yang paling penting adalah Syaikh Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad atau “Abah Sepuh” dari Suryalaya dan putranya yang kharismatik Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Taj Al Arifin. Khalifah lain di Jawa Barat adalah Kyai Falak, yang juga berasal dari Banten, yang mengembangkan TQN di daerah Pagentongan, Bogor Jawa Barat. Untuk daerah Jawa Tengah, penerus TQN yang penting adalah K.H. Muslih Abdurrahman (Mbah Muslih), yang menerima ijazah TQN dari K. H. Ibrahim al-Brumbungi, seorang khalifah dari Syaikh Abdul Karim, melalui Mbah Abd Rahman Menur. Salah satu murid Kyai Muslih, yakni Kyai Abu Nur Jazuli menyebarkan TQN di Brebes. Murid lainnya, K.H. Durri Nawawi mengajarkan TQN di Kajen, Pati. Sedangkan di Jawa Timur TQN berkembang pesat di Rejoso Jombang, melalui jalur Syaikh Ahmad Hasbullah Madura, terutama di pesantren yang didirikan oleh Kyai Romli Tamim, dan kemudian diteruskan oleh Kyai Musta'in Romly. Kyai Musta’in ini sangat kharismatik, dan sempat menjadi ketua Jam’iyyah Ahli Thoriqoh al-Mu’tabarah. Tetapi pada pemilu 1977, karena beliau berafiliasi ke Golkar, maka lembaga ini pecah menjadi dua. Pihak penentang keterlibatan tarekat dalam politik kemudian mendirikan Jam’iyyah Ahli Thoriqoh al-Mu’tabaroh al-Nahdliyyah (JATMAN), sedangkan kubu Kyai Musta’in Romli menambahkan kata Indonesia di belakang nama organisasi itu (JATMI). Salah satu murid kesayangan Kyai Romly Tamim adalah Kyai Utsman Al Ishaqi, yang menyebarkan TQN al-Utsmani di Surabaya. Setelah Kyai Utsman meninggal, kepemimpinannya diteruskan oleh Kyai Ahmad Asrori Al Ishaqi (Meninggal Agustus 2009). Di bawah kepemimpinan beliau, tarekatnya menyebar luas. Selain Banten TQN juga berkembang di Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Di Jawa barat TQN berkembang pesat di Cirebon dan Suryalaya. Perkembangan TQN di Cirebon Syaikh Tolhah bin Tolabuddin dari Desa Kalisapu, Cirebon adalah tokoh utama pengembangan TQN di wilayah Cirebon dan Jawa Barat sebelah timur. Beliau adalah murid Syaikh Akhmad Khatib Sambas seperti halnya Syaikh Abdul Karim dari Banten dan Syaikh Holil dari Madura.
Riwayat Hidup Syaikh Tolhah Bin Tolabuddin
 Lahir di Desa Trusmi, Weru, Cirebon sekitar tahun 1825. Ayahnya bernama KH Tolabuddin, putra dari KH Radpuddin keturunan Pangeran Trusmi putera Sunan Gunung Jati. Pendidikan agamanya dimulai dari Pesantren Rancang milik ayahnya, kemudian melanjutkan ke Pesantren Ciwaringin - Cirebon, kemudian melanjutkan ke Pesantren Lirboyo di Ponorogo -jawa Timur. Melanjutkan pendidikannya di Gresik, kemudian membantu mengajar di Rancang, dan kemudian menunaikan ibadah haji di Mekah dan menjadi mukimin (bermukim) di Mekah. Di sana mempelajari Ilmu Tasawuf dan Tarekat dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibn Abdul Ghafar khusus tentang TQN hingga mencapai kedudukan wakil Talqin dan membantu Syaikh Ahmad Khatib Sambas beberapa tahun lamanya. Pada tahun 1873 kembali dari Mekah dan mengajar di Pesantren Rancang. Pada tahun 1876 mendirikan Pesantren Begong, Kalisapu, Cirebon. Tahun 1889 ditangkap oleh aparat Belanda atas tuduhan menghina Ratu Belanda dan mempersiapkan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Pada kepergiannya ke Mekah yang ke dua, singgah di Singapura dan mengajarkan tentang TQN di Singapura. Tahun 1892 menjadi penasehat keagamaan di Kesultanan Kasepuhan - Cirebon, Bupati Kuningan dan bagi para pejabat tinggi pemerintahan dan para bangsawan di Cirebon. Dari pernikahannya dengan istri-istrinya dikaruniai anak 18 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Syaikh Tolhah meninggal dunia pada tahun 1935 dimakamkan di komplek pemakaman Gunung Jati. Dengan wafatnya Syaikh Tolhah Bin Tolabuddin maka kekhalifahan TQN di Cirebon berakhir. Kekhalifahan berikutnya berkedudukan di Suryalaya (Godebag) Tasikmalaya. Perkembangan TQN di Tasikmalaya Sebagai khalifah TQN untuk wilayah Cirebon dan Jawa barat bagian Timur, Syaikh Tolhah berusaha keras agar TQN dapat berkembang dengan lancar. Siapapun yang datang bertamu dan belajar kepadanya akan diterimanya dengan baik sehingga pesantrennya banyak dikunjungi oleh para kyai dan remaja, diantaranya adalah Abdullah Bin Mubarok Bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) dari Pesanren Tundagan, Tasikmalaya. Berikut ini penulis riwayatkan tentang kehidupannya Abah Sepuh.
a. Abah Sepuh (1836-1956) Nama lengkapnya Abah Sepuh adalah Syaikh Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad. Abah Sepuh lahir di Kampung Cicalung, Bojong Bentang, Pager Ageung, Tasikmalaya, pada tahun 1836. Beliau ditunjuk sebagai khalifah TQN oleh Syaikh Tolhah bin Tolabuddin Cirebon (1825-1935) yang telah terbaiat kepada Syaikh Abdul Karim Banten ketika belajar di Mekkah. Ayahnya bernama Rd. Nur Muhammad alias Nurpraja alias Eyang Upas, dan Ibunya bernama Emah. Mengikuti pendidikan agama pertama kali di Pesantren Suka Miskin, Bandung. Setelah mendirikan Pesantren Tundagan dekat Tasikmalaya, kemudian melanjutkan memperdalam ilmu tasawuf dan Tarekat kepada Syaikh Tolhah di Begong, Kalisapu, dan Trusmi di Cirebon selama 23 tahun. Selanjutnya atas anjuran Syaikh Tolhah menambah ilmu kepada Syaikh Holil di Madura. Tahun 1905 Syaikh Mubarok membangun pesantren Godebag yang kemudian namanya diubah atas saran Syaikh Tolhah menjadi Suryalaya. Pesantren di Godebag ini adalah pindahan dari Pesantren milik Mubarok di Tundagan, yang lokasinya tidak jauh dari Tasikmalaya. Sekitar tahun 1900 Syaikh Mubarok diangkat sebagai wakil Syaikh Tolhah, kemudian ditetapkan sebagai penggantinya. Pelantikan dilaksanakan di rumah Syaikh Tolhah di Trusmi. Tahun 1935 Syaikh Mubarok secara definitif sebagai Khalifah TQN di Jawa Barat yang berkedudukan di Suryalaya - Tasikmalaya. Selain menjadi guru, pembimbing dan penasehat Bupati Tasikmalaya, Ciamis dan Bandung, tahun 1910 hingga tahun 1930 serta para pejabat tinggi pemerintah disaat kemerdekaan 1945 berlanjut hingga tahun 1956. Dari istrinya yang bernama Jubaedah, memiliki puteri bernama Siti Sutiah. Dari istri keduanya yang bernama Siti Juhriyah memiliki anak bernama Siti Sukanah, Muhamad Malik, A. Dahlan, Saadah, Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom), Nur Wasiah, Didah Rosidah dan Juju Juhriah. Dari istri ketiganya yang bernama Enok memiliki satu anak bernama Noor Anom Mubarok. Dari istri ke dua melalui anaknya yang bernama Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) kekhalifahan TQN dilanjutkan.
Berikut ini riwayat hidup Abah Anom.
 b. Abah Anom (L. 1915) Lahir di Godebag atau Suryalaya, Tanjungkerta, Pagerageung, Tasikmalaya pada tanggal 1 Januari 1915 . Ayahnya bernama Syaikh H. Abdullah Mubarok Bin Nur Muhammad dan ibunya bernama Hj. Juhriyah. Mengikuti pendidikan umum di Sekolah Dasar jaman belanda di Ciamis (1923 -1929), masuk Madrasah Tsanawiyah di Ciawi, Tasikmalaya (1929 - 1931), menambah ilmu agama di Pesantren Cicariang di Kabupaten Cianjur, kemudian - di Pesantren Gentur - Cianjur, Pesantren Jambudipa - Cianjur, Pesantren Cireungas -Cimelati - Sukabumi untuk mempelajari ilmu hikmat, ilmu tarekat dan ilmu beladiri silat dari KH. Aceng Mumu, kemudian di Pesantren Citengah - Panjalu - Ciamis. Melaksanakan riyadhah dan ziarah ke makam para wali atas perintah ayahnya sambil menimba ilmu di Pesantren Kaliwungu - Kendal - Jawa Tengah, kemudian di Bangkalan - Madura bersama kakak kandungnya H.A. Dahlan dan wakil Abah Sepuh KH Pakih dari Telaga - Majalengka. Tahun 1938 menunaikan ibadah haji ke Mekah bersama keponakannya KM Simri Hasanudin. Di Mekah selama tujuh bulan memperdalam ilmu tasawuf dan tarekat kepada Syaikh H. Romli asal Garut, wakil Abah Sepuh yang mukim di Jabal Gubeys, Mekah. Tahun 1939 membantu ayahnya mengajar di Pesantren Suryalaya, pada tahun 1945 sampai 1949 ikut berjuang menegakan kemerdekaaan Indonesia. Tahun 1953 ditugaskan memimpin Pesantren Suryalaya sekaligus diangkat menjadi wakil Abah Sepuh. Pada tahun yang sama sampai tahun 1962 turut aktif mengatasi gangguan keamanan yang diakibatkan oleh gerombolan DI/TII Karto Suwiryo bersama pasukan TNI Yon 329/11 April Resimen Gunungjati sehingga dapat penghargaan jasa di bidang keamanan. Tahun 1962 sampai 1995 ikut aktif membantu pemerintah melaksanakan pembangunan dalam bidang : pertanian, pendidikan, lingkungan hidup, Sosial, Kesehatan, koperasi dan politik. Sehingga mendapatkan penghargaan Satya lencana bakti Sosial dan Kalpataru. Sejak tahun 1980 sampai sekarang telah membangun 22 unit panti rehabilitasi remaja korban narkotika yang disebut Inabah yang telah menyembuhkan 9.000 orang remaja yang sakit akibat narkotika. Inabah ini tersebar diberbagai tempat, bahkan ada di negara Malaysia dan Singapura. KHA Shohibulwafa Tadjul Arifin bahkan berhasil mengembangkannya TQN sampai Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Abah Anom telah mengangkat wakil talkin, yaitu mereka yang diamanatkan untuk menalqin (membayiat) atas namanya di daerah-daerah yang telah di tunjuk. Sampai saat sekarang, sudah 52 orang yang ditunjuk sebagai wakil talqin, di dalam dan luar negeri. Abah Anom telah menulis beberapa karyanya yaitu Miftah al Shudur, Ibadah sebagai Metoda Pembinaan Korban Penyalahgunaan Narkoba dan Kenakalan Remaja, Uqud Al Juman, Akhlaq Al Karimah/Akhlaq Al Mahmudah Berdasarkan Mudawamatu Dzikrillah, dan menerbitkan maklumat secara tertulis yang disebarkan ke seluruh cabang TQN Suryalaya sebagai petunjuk dari waktu ke waktu. TQN Suryalaya sangat aktif dalam menjalankan latihan spiritual bagi anggotanya baik laki-laki (ikhwan) maupun perempuan (akhwat), baik itu pembinaan spiritual harian, khataman maupun manakiban. Dzikir harian dilakukan setiap sesudah shalat fardhu, dengan bacaan Lailaha Ila Allah sebanyak 165 kali, dengan bacaan keras (Jahr) dan diikuti dengan dzikir khafi. Adapun dzikir khafi dianjurkan untuk dilakukan setiap saat. Khataman dilakukan dua kali satu minggu yang dilakukan setiap selesai shalat maghrib dan shalat isya, kemudian dilanjutkan shalat lidaf al bala' (menolak mala petaka) sebanyak dua rakaat. Adapun acara manaqiban selalu dilakukan di masjid Nurul Asror-Suryalaya pada tanggal 11 bulan Hijriah dan diadakan di tempat-tempat lain setiap bulan sekali. Sampai sekarang untuk daerah Jakata dan Bekasi terdapat 68 tempat khataman dan 149 tempat manaqiban yang disusun secara teratur tiap tahunnya, lengkap dengan nama tuan rumah penyelenggara. Tanbih (semacam wasiat) yang diberikan Abah Sepuh kepada Abah Anom, adalah ciri khas dari Manaqiban TQN Suryalaya, adalah bacaan yang selalu didengungkan selain kitab manaqib Syaikh 'Abd Al Qadir al -Jilani. Selain itu bacaan shalawat badar, shalawat Bani Hasyim juga dibaca pada akhir manakib, yang menurut sejarah pesantren, shalawat ini diijazahkan oleh Kiai Kholil Bangkalan kepada Abah Sepuh ketika menjadi muridnya. (Ferry Djajaprana)
 Catatan yang tidak penting : KH. Durri Nawawi (Kajen-Pati) memiliki murid/santri tersayang yakni KH. Ali Syamyadi (Pendiri Ponpes "ALFALAH" YATPI Grobogan bersama KH. Muhammad Sofwan Isa) yang tiada lain abah/bapak saya sendiri (Mahbub Alwathoni). Sumber: http://www.mahboeb.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar