Kiai Sya'roni Paparkan Keistimewaan
Shalawat Nabi
Kudus, NU Online
Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi memaparkan keistimewaan amalan shalawat atas Rasululllah SAW. Diterangkan, ulama sepakat bahwa segenap amalan orang mukmin belum tentu diterima oleh Allah, kecuali membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
“Shalawat atas Nabi pasti diterima dan tidak mungkin ditolak. Sebab doa-doa yang diawali dan diakhiri shalawat akan terkabul,” tegas KH. Sya’roni Ahmadi dalam acara Maulidurrasul dan Haul Muallif Dalail Khairat, Syekh Abi Abdillah Muhammad Bin Sulaiman Al Jazuli di Pesantren darul Falah jekulo Kudus, Sabtu (18/1).
Ulama kharismatik yang biasa disapa Mbah Sya’roni ini menerangkan, amal yang satu ini tak perlu waktu, tempat, atau syarat tertentu lainnya untuk dipenuhi. Bahkan, sekalipun tak diniati dengan baik, shalawat tetap menjadi amalan yang diterima. Tentu dengan kesopanan yang layak untuk melafal shalawat.
Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi memaparkan keistimewaan amalan shalawat atas Rasululllah SAW. Diterangkan, ulama sepakat bahwa segenap amalan orang mukmin belum tentu diterima oleh Allah, kecuali membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
“Shalawat atas Nabi pasti diterima dan tidak mungkin ditolak. Sebab doa-doa yang diawali dan diakhiri shalawat akan terkabul,” tegas KH. Sya’roni Ahmadi dalam acara Maulidurrasul dan Haul Muallif Dalail Khairat, Syekh Abi Abdillah Muhammad Bin Sulaiman Al Jazuli di Pesantren darul Falah jekulo Kudus, Sabtu (18/1).
Ulama kharismatik yang biasa disapa Mbah Sya’roni ini menerangkan, amal yang satu ini tak perlu waktu, tempat, atau syarat tertentu lainnya untuk dipenuhi. Bahkan, sekalipun tak diniati dengan baik, shalawat tetap menjadi amalan yang diterima. Tentu dengan kesopanan yang layak untuk melafal shalawat.
“Lebih indah, shalawat atas Rasulullah SAW menjadi mahar dalam pernikahan Nabi Adam AS dan Hawa di surga. Meski belum menjelma manusia, namun nur (cahaya) Muhammad telah ada saat itu. Tanpa shalawat, maka pernikahan keduanya pun gagal, dan tak akan ada kita semua,” tuturnya di depan ribuan jamaah.
Dituturkan, pendapat Ibnu Taimiyah yang sering dikutip Wahabi mengklaim bahwa bacaan shalawat seusai adzan itu haram adalah tidak benar. Apalagi, disebut keharamannya serupa dengan haramnya seorang anak laki-laki menggauli ibu kandungnya sendiri.
“Hal itu salah! Yang benar adalah setiap membaca shalawat pasti ada pahalanya,” tegas Mbah Sya’roni.
Tradisi Manaqib
Pada kesempatan itu, KH Sya’roni juga menegaskan akan pentingnya pembacaan manaqib. Dijelaskan bahwa Rosulullah SAW telah bersabda mengenai pentingnya pembacaan manaqib.
“Barang siapa yang membaca riwayat hidup orang mukmin, maka ia sama dengan telah berziarah ke makamnya. Dan siapa saja yang berziarah ke makam orang mukmin, maka ia akan mendapat pahala dari Allah,” terang KH Sya’roni menerjemahkan hadits yang dimaksud.
Malam sebelum pengajian umum ini digelar, keluarga besar Pondok Pesantren Darul Falah pun telah bersama membaca manaqib. Hadir di sana sejumlah pengurus NU di berbagai tingkatan, termasuk Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
Selain Mbah Sya’roni, turut hadir dan menyampaikan tausiyah Habib Umar Muthohhar dari Semarang (Istachiyah/Qomarul Adib/Mahbib)
Pada kesempatan itu, KH Sya’roni juga menegaskan akan pentingnya pembacaan manaqib. Dijelaskan bahwa Rosulullah SAW telah bersabda mengenai pentingnya pembacaan manaqib.
“Barang siapa yang membaca riwayat hidup orang mukmin, maka ia sama dengan telah berziarah ke makamnya. Dan siapa saja yang berziarah ke makam orang mukmin, maka ia akan mendapat pahala dari Allah,” terang KH Sya’roni menerjemahkan hadits yang dimaksud.
Malam sebelum pengajian umum ini digelar, keluarga besar Pondok Pesantren Darul Falah pun telah bersama membaca manaqib. Hadir di sana sejumlah pengurus NU di berbagai tingkatan, termasuk Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
Selain Mbah Sya’roni, turut hadir dan menyampaikan tausiyah Habib Umar Muthohhar dari Semarang (Istachiyah/Qomarul Adib/Mahbib)
Sumber: http://www.nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar