Puasa dan Keberkahan
07/09/2010
Oleh: Hj. Sri Mulyati
Makna Berkah
Kata barakah menurut bahasa, bermakna al-ziyadah berarti tambahan, nilai tambah; al-sa’adah kebahagiaan, al-du’a yaitu doa, al-manfa’ah kemanfaatan, al-baqa’ yang kekal, al-taqdis sesuatu yang suci.
Adapun secara istilah yaitu tsubut al-khayr ilah fi al-syay’ yaitu Allah menetapkan sesuatu kebaikannya itu di dalam sesuatu (yang telah ditentukan Allah). Jadi ketentuan kebaikan itu (al-khayr/al-sa’adah/al-ziyadah mempunyai makna tunggal yang kepunyaan Allah pada tiap-tiap tempat tersebut. Pada mulanya seseorang tidak punya apa-apa lalu Allah letakkan barakahnya maka orang itu menjadi mulya.
Jika dalam harta terdapat barakah maka harta itu baik, manfaat dan mencukupi bahkan nilai kualitas maknanya melebihi nilai kuantitasnya. “Keberkahan ilahi datang dari arah yang sering kali tidak diduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat dibatasi atau bahkan diukur. Dari sini segala penambahan yang tidak terukur oleh indera dinamai barakah.”
Isim fa’il dari baraka adalah mubarik, karena Allah Maha Pemberi barakah yang melimpah maka Ia secara khusus mensifati diri-Nya dengan sifat tabarak (pemberi barakah yang melimpah), kata tabaraka terdapat sembilan kali diulang dalam al-Qur’an. Sifat ini hanya disandarkan kepada Allah semata, tidak pernah dan tak layak diberikan kepada apa dan siapapun jadi Dialah subhanahu al-mutabarik Yang Mahasuci lagi Pemberi barakah.
Barakah maksudnya menyebut kebaikan Ilahi di dalam sesuatu. Sekurang-kurangnya ada 14 ayat dalam al-Qur’an yang mempunyai kaitan dengan kata al-barakah: Barakah juga terdapat pada tempat contoh Mekkah sebagai rumah ibadah sebagaimana termaktub dalam Qur’an surat Ali ‘Imran 3: 96, lihat juga al-Qashash 28: 30, dan juga berkenaan dengan tempat ibadah yaitu Masjid al-Aqsha (al-Isra’ 17: 1).
Tempat yang juga penuh berkah yaitu tempat dialog Nabi Musa a.s. dengan Allah SWT, juga bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq as, keberkahan diberikan kepada keduanya (al-Shaffat 37: 113), dan juga keberkahan diberikan kepada Nabi Nuh a.s. (Hud 11: 48), dan juga kepada pohon Zaitun (al-Nur 24: 35) Allah berikan keberkahan.
Adapula keberkahan diberikan kepada malam, yakni malam yang diberkahi yaitu malam ketika al-Qur’an pertama kali diturunkan (al-Dukhan 44: 3 serta Surat al-Qadar). Al-Qur’an sebagai sebuah kitab suci (peringatan) juga memiliki berkah (al-Anbiya’ 21: 50, al-An’am 6: 92 dan 155), dan (Shad 38: 29).
Keberkahan juga diberikan Allah kepada penduduk negeri yang beriman dan bertaqwa, dan Allah akan limpahkan barakah dari langit dan bumi (al-A’raf 7: 96), individu atau perseoranganpun akan memperoleh keberkahan dari Allah SWT (Maryam 19: 31). Adapun tentang negeri yaitu Negeri Syam termasuk negeri yang diberkahi Allah karena banyak Nabi berasal dari negeri itu (al-Anbiya’ 21: 71, 81 dan al-A’raf 7: 137, serta Saba’ 34: 18).
Mengenai keberkahan dalam rezeki, Rasulullah SAW pernah berdo’a: Allahumma ighfirli dzanbi wa wassi’ li fi dari wa barik li fi rizqi, ya Allah ampunilah dosaku, lapangkan bagiku di rumahku dan berkahilah aku dalam rezekiku. Beliaupun ditanya,”sering sekali engkau berdoa dengan do’a ini ya Rasulullah?” Beliau berkata,”Memangnya kau sudah tidak membutuhkannya?”
Allah swt sebagai sumber keberkahan dan kebajikan, karena semua jenis kebaikan dan keberkahan yang terdapat pada makhluk adalah berasal dari Allah. Ia yang Maha Berkehendak untuk memberikan barakah dan kebaikan kepada siapapun dan apapun yang Ia pilih, ataupun menghapus dan mencabut keberkahan tersebut. Dia dapat memberikan kerajaan atau pun mencabutnya, Dia dapat memuliakan seseorang yang Ia kehendaki, demikian juga Ia dapat menghinakan siapa yang Ia kehendaki, Di tangan-Nya segala kebajikan, dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu (Ali ‘Imran 3:26).
Para individu atau perseoranganpun akan memperoleh keberkahan dari Allah SWT (Maryam 19: 31).
Kata mubarakan terambil dari kata al-barakah yang pada mulanya bermakna sesuatu yang mantap, juga berarti kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta berkesinambungan. Keberkahan Ilahi datang dari arah yang sering tak terduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat dibatasi atau diukur. Dari sini segala penambahan yang tidak terukur oleh indera dinamai berkah.
Adanya berkah pada sesuatu berarti adanya kebajikan yang menyertai sesuatu itu, misalnya berkah dalam waktu, bila itu terjadi maka banyak kegiatan kebajikan yang dapat dilakukan yang biasanya tidak sebanyak kebajikan yang dapat dilakukan pada waktu tersebut. Berkah pada makanan adalah cukupnya makanan yang sedikit untuk mengenyangkan orang banyak yang biasanya tak cukup untuk orang sebanyak itu.
Dari kedua contoh ini terlihat bahwa keberkahan berbeda-beda sesuai dengan fungsi sesuatu yang diberkahi itu. Keberkahan pada makanan misalnya adalah dalam fungsinya mengenyangkan, melahirkan kesehatan menampik penyakit, mendorong aktifitas positif dan lain lain.
Ini dapat tercapai bukan secara otomatis, tetapi karena adanya limpahan karunia Allah. Karunia yang dimaksud bukan degan membatalkan peranan hukum-hukum sebab dan akibat yang telah ditetapkan Allah swt, tetapi dengan menganugerahkan kepada siapa yang akan diberi keberkahan kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan hukum-hukum tersebut seefisien dan semaksimal mungkin sehingga keberkahan dimaksud dapat hadir, demikian Quraish Shihab mengutip Thaba’tabai.
Puasa dan Keberkahan
Bulan Ramadlan sering disebut sebagai syahrun ‘adzim, bulan yang agung, dan juga disebut syahrum Mubarak, bulan yang penuh berkah antara lain terdapat malam qadar di dalam bulan Ramadlan.
Adapun keberkahan diberikan kepada malam, yakni malam yang diberkahi yaitu malam ketika al-Qur’an pertama kali diturunkan (al-Dukhan 44: 1-3).
Barakah malam qadar, malam turunnya al-Qur’an. Malam qadar merupakan waktu yang penuh dengan barakah karena pada malam ini adalah waktu diturunkannya al-Qur’an, dan al-Qur’an adalah kitab yang penuh dengan keberkahan dan menjadi petunjuk bagi ummat manusia. Allah berfirman yang artinya: Ha Mim. Demi Kitab (al-Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami lah yang memberi peringatan. (al-Dukhan 44: 1-3).
Menurut al-Alusi malam turunnya al-Qur’an dinamai dengan malam yang penuh barakah karena dengan turunnya al-Qur’an menyebabkan munculnya segala kebaikan dan manfaat duniawi dan ukhrawi. Manfaat duniawi yang terdapat dalam malam ini adalah pada malam itu ditentukannya rezeki dan ajal seseoang serta diberikannya syafaat kepada Nabi Muhammad saw, sedang manfaat ukhrawi adalah pada malam tersebut turunnya para malaikat yang membawa rahmat bagi yang beribadah di malam itu serta dikabulkannya doa.
Turunnya al-Qur’an sebagaimana yang dijelaskan pada ayat di atas dipertegas dengan ayat yang menyatakan bahwa malam itu disebut dengan lailat al-qadr yaitu pada Surat al-Qadr 97: 1-5. Pada ayat ini dijelaskan lebih rinci tentang barakah malam tersebut yaitu malam diturunkannya al-Qur’an, malam dilipat ganda kan fahala hingga lebih baik dari seribu bulan, turunnya malaikat ke bumi, termasuk malaikat Jibril.
Malaikat turun karena banyaknya berkah malam ini dan mereka turun dengan membawa rahmat dan juga keberkahan sebagaimana mereka akan turun ketika dibacakan al-Qur’an, dan mereka mengelilingi majelis dzikir, dan membentangkan sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai penghargaan dan penghormatan bagi mereka.
Kata ruh dalam surat ini, menurut mufassir adalah malaikat Jibril, disebut demikian sebagai penghargaan dan karena kedudukannya yang mulia. Adapun yang dimaksud dengan malam yang penuh dengan kedamaian hingga terbit fajar adalah malam ini penuh dengan kebaikan dan keberkahan, tidak adanya setan hingga saat fajar tiba dan tidak adanya penyakit ataupun musibah.
Kata salam diartikan sebagai kebebasan dari segala macam kekurangan, apapun bentuk kekurangan tersebut, baik lahir maupun batin, sehingga seseorang yang hidup dalam salam akan terbebaskan dari penyakit, kemiskinan, kebodohan dan segala sesuatu yang termasuk dalam pengertian kekurangan lahir dan batin. Ibn al-Qayyim menjelaskan tentang hati yang mencapai kedamaian dan ketentraman mengantar pemiliknya dari ragu kepada yakin, dari kebodohan kepada ilmu, dari lalai kepada ingat, khianat kepada amanat, riya’ kepada ikhlas, lemah kepada teguh, dan sombong kepada tahu diri.”
Demikian banyak keberkahan malam qadar sebagai yang disebutkan dalam al-Qur’an, meskipun tidak dinafikan adanya keberkahan pada waktu waktu lain. Seseorang yang mendapat lailat al-qadar akan semakin kuat dorongan dalam jiwanya untuk melakukan kebajikan-kebajikan pada sisa hidupnya sehingga ia merasakan kedamaian abadi.
Secara umum ulama tafsir memahami kata fajr yakni waktu sebelum terbitnya matahari pada malam qadar tersebut, sementara kamu sufi memahami arti terbitnya fajar pada ayat ini sebagai terbitnya fajar matahari dari sebelah barat, yaitu yang akan terjadi kelak menjelang kematian atau kiamatnya dunia. Sehingga ayat ini mereka fahami bahwa keselamatan, kedamaian dan kebebasan dari segala bentuk kekurangan terus menerus berlangsung hingga saat terbitnya fajar tersebut. Ini bagi yang beruntung menemui lailat al-qadar, demikian Ibn ‘Arabi, sebagai yang dikutip Quraisy Shihab.
Dengan demikian kita dapat mengetahui dengan jelas bahwa Allah sebagai sumber keberkahan, segala tempat, barang, waktu, individu, makanan dan lain lain ada yang diberikan unsur keberkahan oleh Allah, sehingga apabila manusia mendapatkan manfaat dari salah satunya atau semua ciptaan yang mengandung keberkahan tersebut niscayalah ia akan bahagia di dunia dan di akhirat.
Jika semua kebaikan dan kenikmatan baik di dunia maupun di akhirat merupakan karunia dari Allah swt kepada hamba-Nya, maka kelangsungan dan kelanggengan serta bertambahnya kebaikan dan kenikmatan kepada manusia adalah merupakan barakah dari Allah swt. Sebuah hadits Nabi saw yang artinya:
Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud r.a berkata: ketika kami bersama Rasulullah saw dalam suatu perjalanan, dan kehabisan air, beliau berkata: carilah sedikit ar, maka para sahabat datang dengan membawa tempat yang sedikit airnya, maka Nabi memasukkan tangannya ke tempat air yang tinggal sedikit tadi, kemudian beliau bersabda: “Kemarilah pada air yang suci dan penuh barakah, dan yang barakah hanyalah dari Allah swt.” Dan telah kulihat air keluar dari sela-sela jemari Rasulullah saw.
Dengan demikian jelas bahwa segala bentuk barakah berasal dari Allah swt, oleh sebab itu segala macam bacaan doa untuk mendapatkan barakah selalu disandarkan kepada Allah swt. Telah jelas pula bahwa Allah telah mengutamakan dan memilih sebagian dari makhluk-Nya, Ia pun telah mengutamakan dan memberi berkah pada sebagian tempat atas sebagian tempat yang lain seperti: Mekkah, Madinah dan Masjid al-Aqsha. Demikian pula Allah swt telah mengutamakan sebagian waktu dari sebagian lainnya seperti: bulan Ramadlan, lailat al-qadar, dan juga menempatkan keberkahan pada zaitun, air hujan dsb. Seperti yang sudah diterangkan bahwa Allah swt adalah Yang Maha Pemberi berkah yang melimpah, dan secara khusus mensifati diri-Nya dengan sifat tabarak (pemberi berkah yang melimpah), dan dapat ditemui kata tabaraka terulang Sembilan kali dalam al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai sebuah kitab suci (peringatan) juga memiliki barakah (al-Anbiya’ 21: 50, al-An’am 6: 92 dan 155), dan (Shad 38: 29).
Al-Qur’an mengandung banyak sekali kebajikan (berkah) dan keistimewaan, termasuk orang terpelajar mengakui keistimewaannya, dan tidak sedikit dari petunjuk al-Qur/an diadopsi mereka, dan al-Qur’an juga menjadi bukti kebenaran yang membungkam para penantangnya. Al-Qur’an disebut sebagai faktor yang mendatangkan barakah karena Allah swt telah memberikan beberapa sebutan atau nama pada al-Qur’an antara lain dengan sifat mubarak yang terulang empat kali yaitu pada al-An’am 6: 92, dan 155, al-Anbiya’ 21: 50, dan Shad 38: 29.
Adapun beragam nama yang diberikan kepada al-Qur’an yaitu: Al-Kitab, al-Furqan, al-Dzikr, al-Tanzil, Nur, Huda, Syifa, Rahmah, Mau’izhah, Mubarak, Mubin, Busyro, ‘Aziz, Majid, Basyir, dan Nadzir. Al-Qur’an sebagai sumber kebaikan dan faktor datangnya keberkahan yang tetap dan terus menerus bertambah. Al-Razi menjelaskan bahwa arti dari kitabun mubarak adalah kitab yang banyak kebaikannya dan mempunyai barakah yang abadi, karena selalu memberi berita gembira tentang pahala yang berlipat ganda dan ampunan yang luas, serta memberi ancaman bagi yang berbuat dosa dan maksiat.
Al-Razi selanjutkan ketika menafsirkan surat al-An’am 6: 92 menjelaskan bahwa “Merupakan sunnatullah, bahwa setiap orang yang berpegang teguh pada al-Qur’an dan mencari petunjuknya maka ia akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan di akhirat dan saya akui setelah banyak mengkaji ilmu agama dan ilmu umum lainnya, saya belum pernah mendapatkan kebahagiaan seperti ketika saya menekuni ilmu di bidang agama ini.”
Sementara itu Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa “Al-Qur’an lebih layak disebut dengan Mubarak dari pada yang lain, karena berlimpahnya berbagai macam kebaikan dan manfaat serta barakah yang terdapat di dalamnya. Al-Alusi menafsirkan kata mubarak dengan manfaat yang melimpah, karena ia mencakup manfaat dunia dan akhirat serta mencakup pengetahuan orang-orang terdahulu dan terkini.
Dan al-Syanqithi menerangkan bahwa mubarak berarti berkah yang banyak dan kebaikan yang melimpah, karena di dalamnya terdapat banyak kebaikan untuk di dunia dan di akhirat.
Adapun beberapa tanda-tanda kemuliaan al-Qur’an adalah karena al-Qur’an adalah kalamullah, al-Qur’an sebagai kitab suci yang benar dan menyerukan kepada kebenaran, al-Qur’an sebagai pemisah antara yang hak dan yang batil, al-Qur’an merupakan cahaya dan petunjuk, al-Qur’an sebagai penerang bagi segala kegelapan dan kesesatan, al-Qur’an sebagai rahmat yang besar dari Allah swt, al-Quran sebagai pemberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan pemberi peringatan bagi orang-orang kafir. Al-Qur’an merupakan sumber kesembuhan untuk segala penyakit bagi orang yang beriman dan patuh.
Salah satu contoh konkrit lain yaitu tentang harta yang akan mendapat keberkahan adalah harta yang dibelanjakan pada jalan Allah, seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji, Allah melipatgandakan bagi siapa yang Ia kehendaki. Banyak hadits Nabi saw yang juga menjelaskan tentang balasan Allah swt terhadap belanja yang dikeluarkan di jalan Allah.
Beberapa keberkahan, keutamaan lain bulan ramadhan antara lain adalah:
- Sebagai syahrushshobri, bulan latihan kesabaran
- Sebagai bulan pasaran ibadah, dilipatkan fahala amal kebaikan
Adapun tentang keberkahan yang terdapat dalam pelaksanaan puasa itu sendiri antara lain:
- Puasa sebagai ibadah untuk Allah dan Dia yang akan langsung membalas ganjarannya (fashshaumu li wa ana ajzi bihi)
- Puasa sebagai latihan yang memiliki multi dimensi pendidikan: fisik, mental dan spiritual yang menghasikan kesehatan jasmani, rohani dan kesehatan sosial
- Menurut Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jilani:
Shaum syari’at menahan diri dari makanan, minuman, dan hubungan suami isteri di siang hari, shaum tariqat adalah menahan seluruh anggota tubuh dari segala perbuatan yang diharamkan dan sifat-sifat tercela, lahir dan batin, siang dan malam, bila melakukan hal-hal tersebut maka batallah puasa tariqatnya. Shaum syari’at mempunyai waktu tertentu, shaum tariqat selama hidup.
Nabi bersabda: “Banyak orang yang berpuasa, hasilnya hanyalah lapar dan dahaga.” Hadits lain: “Banyak yang berpuasa, tetapi berbuka. Banyak yang berbuka, tetapi berpuasa.” Yaitu orang yang perutnya tidak berpuasa, tetapi ia menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan terlarang dan menyakiti orang lain.
Hadits Rasul: “Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan yakni ketika berbuka dan ketika melihat Allah.” Pengertian hadits im menurut syari’at ialah kebahagiaan yang pertama ketika berbuka dengan memakan makanan di waktu maghrib, kedua ketika melihat bulan di malam lebaran pertanda selesainya tugas puasa Ramadlan.
Adapun pengertian menurut tariqat ialah kebahagiaan yang pertama ketika masuk syurga menikmati kenikmatan syurga. Semoga Allah memberikannya kepada kita. Kedua ru’yah yakni melihat Allah pada hari kiamat dengan pandangan sirri secara nyata. Semoga kiya mendapatkannya.
Adapun shaum haqiqat, menjaga hati dari selain Allah dan menjaga rasa agar tidak mencintai selain Allah. Hadist Qudsi: “al-insanu sitrri wa ana sirruhu,” manusia adalah rahasiaku dan Aku rahasianya, sir ini dari nur Allah, maka orang yang di tingkat ini tidak akan cenderung kepada selain Allah. Tidak ada yang dicintai, diingini dan dicari selain Allah, di dunia maupun di akhirat. Bila hati terjatuh pada mencintai selain Allah, maka batallah shaum haqiqatnya, dan ia harus malakukan qadla dengan kembali mencintai Allah dan menemuinya di dunia dan di akhirat.
Demikianlah multi keberkahan yang diberikan Allah swt kepada manusia di dunia ini untuk kebahagiaan dan kemakmuran manusia itu sendiri baik secara ekonomi maupun fahala dan ganjaran atau balasan yang berlipat ganda baik secara duniawi maupun ukhrawi.
* Dosen UIN Jakarta, Wakil ketua LP Maarif NU
Sumber:www.nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar